Kamis, 26 April 2012

RINGKASAN Hukum Benda dan Hukum Perikatan


Assalamu`alaikum.Wr. Wb.


 HUKUM BENDA

1. Pengertian Benda
benda (zaak)secara yuridis adalah segala sesuatu yang dapat digaki atau dapat menjadi obyek hak milik (pasal 499 BW). Berdasarkan pengertian tersebut maka segala sesuatu yang tidak dapat dimiliki orang bukuanlah termasuk pengertian benda menurut BW buku II separti buan, bintang, laut, udara, dan lain sebagainnya.
Menurut BW pengertian zaak (benda) sebagai obyek ukum dibagi menjadi 2 yaitu benda berwujud dan benda yang tidak berwujud, sedangkan menurut sistem hukum adat tidak dikenal benda yang tidak berwujud, karena pandangan hukum adat hak atas suatu benda tidak dibayangkan tidak terlepas dari benda yang berwujud; berbeda dengan BW hak atas suatu benda seolah-olah terlepas dari bendanya.


2. Perbedaan Macam-Macam Benda
Menurut sistem hukum perdata barat sebagaimana diatur dalam BW benda dapat dibedakan atas:
A. Benda tidak bergerak dan benda bergerak
Benda tidak bergerak (pasal 505-508 BW) ada 3 golongan benda tidak bergerak
1) Benda yang menurut sifatnya tidak bergerak.
2) Benda yang menurut tujuan pemakaiannya supaya bersatu dengan benda tidak bergerak. Misalnya: mesin pabrik, ikan dalam kolam, segala kaca, dan barang reruntuhan dari suatu bangunan apabila dimaksudkan untuk dipakai guna mendirikan lagi bangunan.
3) Benda yang menurut Undang-undang sebagai benda tidak bergerak, seperti: hak-hak atau penagian mengenai suatu benda tidak bergerak, kapal yang berukuran 20 meter kubik ke atas (dalam hukum perniagaan).
Benda bergerak (pasal 509-511 BW) ada 2 golongan benda bergerak:
1) Benda yang menurut sifatnya bergerak, misalnya sepeda, kursi, meja.
2) Benda yang menurut Undang-undang sebagi benda bergerak, mislnya memetik hak hasil dan hak memakai.
Perbedaan tersebut penting karenaadanya ketentuan-ketentuan khusus yang berlaku bagi masing-masing golongan bendatersebut misalnya: mengenai hak bezit, pembebanan, penyerahan, daluwarsa, dan penyitaan.


B. Benda yang musnah dan benda yang tetap ada.
1. Benda yang musnah, benda-benda yang dalam pemakaiannya akan musnah, kegunaan dari benda-benda ini justru terletak pada kemusnahannya, misalnya: makanan dan minuman, kayu bakar dan arang
2. Benda yang tetap, benda-benda yang dalam pemakaiannya tidak mengakibatkan benda itu menjadi musnah, tetapi member manfaat bagi si pemakai, misalnya: cangkir, sendok, mobil.
C. Benda yang dapat diganti dan benda yang tidak dapat diganti
Perbedaannya tidak disebutkan secara jelas dalam BW, tetapi perbedaan itu ada dalam BW, misalnya dalam pasal yang mengatur perjanjian penitipan barang, pasal 1694 dan pasal 714 titipan berupa uang.
D. Benda yang dapat dibagi dan benda yang tidak dapat dibagi
Benda yang dapat dibagi adalah benda yang apabila dibagi tidak mengakibatkan hilangnya hakikat daripada benda itu sendiri, misalnya: beras, gula pasir.
Benda yang tidak dapat bergerak adalah benda yang apabila wujudnya dibagi mengakibatkan hilangnya hakikat benda itu sendiri, misalnya: kuda, sapi, uang.
E. Benda yang diperdagangkan dan benda yang tidak diperdagangkan
Benda yang diperdagangkan adalah benda-benda yang dapat dijadikan obyek suatu perjanjian
Benda yang tidak dapar diperdagangkan adalah benda-benda yang tidak dapat dijadikan obyek (pokok) suatu perjanjian.
F. Benda yang terdaftar dan benda yang tidak terdaftar
Benda-benda yang harus didaftarkan diatur dalam berbagai macam peraturan yang terpisah-pisah seperti peraturan tentang pendaftaran tanah, kapal, kendaraan bermotor, dan lain sebagainnya.
3. Perbedaan Sistem Hukum Benda Dan Sistem Hukum Perikatan
Hubungan hukum antara seseorang dengan benda yang diatur dalam pasal-pasal buku II BW menimbulkanhak atas benda atau hak kebendaan (zakelijk recht). Hak kebendaan itu bersifat mutlak (Absolut) yang berarti bahwa hak seseorang atas benda itu dapat diperthankan terhadap siapapun juga, dan siapapun juga harus menghormatinya.
Hubungan hukum antara seseorang dengan seseorang diatur dalam pasal-pasal buku III BW menimbulkan hak terhadap seseorang atau hak perseorangan (persoonlijk recht). Hak perseorangn ini bersifat relative (nisbi) artinya berlaku pada seseorang saja yang mempunyai hubungan hukum.
Perbedaan antara hak kebendaan dengan hak perseorangan ini berhubungan erat dengan soal pengguagatan di muka hakim , dimana gugatan harus harus didasarkan secara benar. Suatu gugatan yang sayogyanya didasarkan pada perbuatan melanggar hukum jangan didasarkan kepada wanprestasi.
Jumlah hak-hak kebendaan adalah terbatas pada apa yang hanya disebut dalam buku II BW yang bersifat memaksa artinya tidak dapat dikesampingkan. Maka dikatakan hukum benda menganut sistem tertutup. Sedangkan perikatan menganut sistem terbuka, karena masyarakat diberi keluasan untuk membuat perjanjian yang berisi dan macam apapun asal tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Kedudukan rangkaian pasal perikatan hanya sebagai pelengkap saja yang boleh dikesampingkan sekiranya para pihak berkehendaki. Rangkaian pasal baru bersifat memaksa apabila perjanjian itu segala kepentingan sudah ada yang mengaturnya bukan diatur oleh diri sendiri.
4. Pembedaan Hak Kebendaan
Dalam buku II BW hak kebendaan dibagi menjadi 2 macam yaitu:
a. Hak kebendaan yang bersifat member kenikmatan.
b. Hak kebendaan yang bersifat member jaminan.
Hak kebendaan yang bersifat member kenikmatan (zakelijk genotsrecht) mengenai tanah yang diatur dalam BW, dengan berlakunya UUPA (Undang-undang No. 5 Tahun 1960) tanggal 24 september 1960, dinyataka tidak berlaku lagi.
5. Hak Kebendaan yang Bsifat Member Kenikmatan
a. Bezit
Bezita adalah suatu keadaan dimana seseorang menguasai suatu benada, baik sendiri maupun perantara orang lain, seolah-olah benda itu milknya sendiri. Orang yang menguasai benda itu disebut bezitter. Unsur adanya bezit ada (2): 1. Unsure keadaan dimana seseorang menguasai suatu benda (corpus); dan 2. Unsur kemauan orang yang menguasai benda tersebut untuk memilikinya (animus).
Bezit mempunyai 2 macam fungsi, yaitu:
1. Fungsi polisionil bezit, maksudnya bezit mendapat perlindungan hukum tanpa memandang siapa sebenarnya pemilik benda itu. Fungsi polisinil ini ada pada setiap bezit.
2. Fungsi Zakenrechtelijk, maksudnya setelah bezit berjalan beberapa waktu tanpa adanya protes, bezit itu berubah menjadi eigendom, yaitu dengan cara melalui lembaga verjaring. Fungsi ini tidak ada pada setiap bezit.
Cara memperoleh bezit ada 2 macam, yaitu:
1. Dengan bantuan orang lain yang membezit terlebih dahulu. Yaitu dengan jalan Traditio (penyerahan bendanya). Dari bezitter yang lama kepada bezitter yang baru. jalan ini bersifat derivatief.
2. Dengan tanpa bantuan orang lainyang membezit lebih dahulu, yaitu dengan Occupatio (pengambilan bendanya). Pengambilan bendanya bisa terhadap benda yang tidak ada pemiliknya (res nullis), misanya: ikan di sungai.
Bezitter yang beritikad baik (te goeder trouw) bezitter yang memperoleh benda yang dikuasainya dengan salah satu cara memperoleh hak milik (tidak mengetahui cacat yang terkandung didalamnya, pasal 531 BW), sedangkan bezitter yang beritikad tidak baik (te kwader trouw), bezitter mengetahui mengetahui benda yang dikuasai itu bukan miliknya (pasl 532 ayat 1 BW). Misalnya bezitter tahu benda yang dikuasai adalah berasal dari curian.
Bezitter yangberitikad baik dan bezitter yang beritikad tidak baik berkaitan dengan fugsi Zakenrechtelijk bezit dalam 3 hal: (1) kemungkinan menjadi eigenaar, (2) hak memetik hasil benda, (3) hak mendapat penggantian kerugian berupa ongkos yang dikeluarkan untuk benda yang bersangkutan. Bezitter yang beritikad baik memperoleh 3 hak tersebut. Sedangkan bezitter yang beitikad tidak baik hanya memperoleh hak yang ke dua saja.
Khusus mengenai bezit terhadap benda bergerak, berlaku asas yang tercantum pada pasal 1977 ayat (1) buku IV BW tidak di atur dalam buku II BW. karena ketentuan ini mengandung ketentuan tentang Verjaring yaitu Extinctive verjaring (verjaring yang membebaskan dari suatu perutangan). Extinctive verjaring diatur BW dengan tenggang waktu nol tahun. Jadi barang siapa yang menguasai benda bergerak seketika bebas dari tuntutan pemilik (Eigenaar).
Pengecuailan pasal 1977 ayat (1) BW itu termuat dalam pasal 1977 ayat (2) yang pada pokoknya menentukan perlindungan yang diberikan pasal 1977 ayat (1) BW tersebut tidak berlaku bagi barang-barang hilang atau dicuri, dan barang siapa kehilangan barang did lam jangka waktu 3 tahun terhitung sejak hari hilangnya atau dicurinya itu, berhak meminta kembali miliknya dari setiap orang yang memegangnya (hak revindicatie). Pemilik juga tidak diwajibkan membayar ganti kerugian kepada pemegang, kecuali barang itu dibelinya di pasar tahunan atau pasar lainnya, di pelelangan umum, pemilik barang harus mengembalikan harga barang yang dibayar pemegang barang (pasal 582 BW).
Bezit akan berakhir karena hal-hal yang disebutkan dalam pasal 543 sd 547 BW yaitu:
1. Karena bendanya diserakan sendiri oleh bezitter kepada orang lain.
2. Karena bendanya diambil orang lain dari kekuasaan Bezitter dan kemudian selama satu tahun tidak ada gangguan apapun juga.
3. Karena bendanya telah dibuang (dihilangkan) oleh bezitter.
4. Karena bendanya tidak diketahui lagi dimana adanya.
5. Karena bendanya musnah.
b. Hak Milik (Hak eigendom)
Hak milik adalah hak untuk menikmati kegunaan suatu benda dengan sepenuhnya dan sebebas-bebasnya asal tidak bertentangan dengan Undang-undang atau peraturan umum dan tidak menimbulkan gangguan terhadap terhadap hak-hak orang lain. Hak milk adalah hak yang paling sempurna, pemilik bisa menjual, menyewakan menggadaikan, menukarkan. Jadi orang yang yang mempunyai hak milik atas suatu benda tidak boleh sewenang-wanang dengan benda itu, ada batasan penggunaan hak milik itu.
Hak milik mempunyai cirri-ciri sebagai berikut:
1. Merupakan hak induk terhadap hak-hak kebendaan yang lain.
2. Kualitasnya merupakan hak yang selengkap-lengkapnya.
3. Bersifat tetap, artinya tidak akan lenyap terhadap hak kebendaan yang lain.
Setiap orang yang memiliki hak milik atas suatu benda, berhak meminta kembali benda miliknya itu dari siapapun yang menguasainya (hak revindicatoir) bardasarkan hak milik itu (pasal 574 BW).
Mengenai cara memperolehnya dalam BW diatur pada pasal 584 adalah sebagai berikut:
1. Pengambilan (toegening atau Occupatio).
2. Penarikan oleh benda lain (natrekking atau accessio).
3. Lewat waktu/ daluwarsa (Verjaring).
4. Pewarisan (erfopvolging); dan
5. Penyerahan (levering atau overdracht)
Selain cara yang suadh di atur dalam pasal 584 BW untuk memperleh hak milik masih ada cara lain yang belum dujelaskan.
1. Pembentukan benda (zaakvorming); menjadikan benda yang sudah ada menjadi benda baru.
2. Penarikan buahnya (vruchttrekking); yaitu dengan menjadikan bezitter te goeder trouw suatu benda benda dapat menjadi pemilik (eigenaar) dari buah/ hasil benda yang dibezitnya.
3. Persatuan atau percampuran benda (vereniging) yaitu memperoleh hak milik karena bercampurnya beberapa macam benda kepunyaan orang lain.
4. Pencabutan hak (ontegening); namun untuk ini harus berdasarkan Undang-undang, dan harus untuk kepentingan umum serta denganganti kerugian yang layak bagi pemiliknya.
5. Perampasan (verbeurdverklaring); hal ini disebutkan dalam pasal 10 KUHP sebagai hukuman tambahan.
6. Pembubaran suatu badan hukum; yang mana anggota badan hukum yang masih ada memperoleh bagian dari badan hukum tersebut (pasal 1665 BW).
Hak milik bersama (medeeigendom) atas suatu benda diatur dalam pasal 573 BW yang menentukan bahwa membagi suatu benda yang menjadi milik lebih dari seorang, harus dilakukan menurut aturan-aturan yang ditetapkan tentang pemisahan dan pembagian harta peninggalan. Hak milik bersama dapat dibedakan atas 2 macam yaitu hak milik bersama yang bebas dan hak milik bersam yang terikat.
Adapun sebab-sebab yang mengakibatkan hilangnya (hapusnya) hak milik:
1. Karena orang lain memperoleh hak milik itu dengan dengan salah satu cara untuk memperoleh heka milik seperti di atas.
2. Karena musnahnya benda yang dimiliki.
3. Karena pemilik melepaskan benda yang dimilikinya.
c. Hak Memungut Hasil (Vruchtgebruik)
Hak memungut hasil adalah hak untuk menarik (memungut) hasil dari benda orang lain, seolah-olah benda itu miliknya sendiri, dengan berkewajiban untuk menjaga benda tersebur tetap dalam keadaan seperti semula.
Definisi memungut hasil ini termuat dalam pasal 756 dipandang kuranng lengkap oleh para ahli, sebab hak memungut hasil tidak hanya memberikan hak untuk menarik hasilnya saja tetapi juga untuk memakai benda itu dan juga dalam pasal tu tidak termuat definisi cirri yang terpenting dalam Vruchtgebruik akan hapus dengan meninggalnya orang yang mempunyai hak itu.
Kewajiban hak memungut hasil yang diatur dalam pasal 782 s.d. 806 BW yang isinya mencatatkan, mengadakan jaminan berupa asuransi atau yang lain dan mengadakan perbaikan, menaggung biaya untuk memelihara benda itu dengan sebaik-baiknya serta mengembalikan semua bendanya dalam keadaan semula dan menggantinya apabila ditemui kerugian atau kerusakan.
Hapusnya hak memungut hasil diatur dalam pasal 507 BW yaitu:
1. Karena meninggalnya pemegang hak tersebut.
2. Karena habisnya waktu.
3. Karena pemegang hak berubah menjadi peilik hak.
4. Karena pemegang hak melepaskan hak memungut hasil tu.
5. Karena verjaring dimana pemegang hak tidank mempergunakannya selama 30 tahun.
6. Karena musnah bendanya.
d. Hak Pakai dan Hak Mendiami
Dalam BW hak pakai dan mendiami ini diatur pada buku II title XI dari pasal 818 s.d. 829. Hak pakai sebenrnya sama dengan hak mendiami, Cuma bila hak ini mengenai rumah kediaman dinamakan hak mendiami. Menurut pasal 821 hak pakai hanya diperuntukkan buat diri si pemakai dan anggota keluarganya saja. Kemudia tidak diperbolehkan untuk disewakan atau diserahkan kepada orang lain (pasal 823). Dan denurut pasal 819 kewajiban-kewajiban hak pakai dan hak mendiami sama dengan kewajiban-kewajiban pemegang hak memungut hasil.
6. Hak Kebandaan yang Bersifat Memberi Jaminan
Hak kebendaan yang bersifat member jaminan selalu tertuju pada benda orang lain, baik benda bergerak maupu benda tidak bergerak. Jika benda yang menjadi obyek jaminan itu bergerak dinamakan gadai (Pand) dan apabila tidak bergerak dinamakan Hipotik.
Kreditur-kreditur pemegang gadai, hipotik, fidusia dan hak tanggungan mempunyai kedudukan preferensi yaitu didahulukan dalam pembayaran piutangnya daripada kreditur-kreditur lainnya (pasal 1133 BW).
a. Hak Gadai
Gadai yaitu suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu benda bergerak, yang diberikan kepadanya oleh debitur atau orang lain atas debitur sebagai jaminan pembayaran dan pemberian hak kepada kreditur untuk mendapatkan pembayaran lebih dahulu daripada kreditu-kreditur lainnya atas hasil penjualan benda jaminan (pasal 1150 BW).
Unsur terpenting dari hak gadai adalah bahwa benda yang dijaminkan harus berada dalam kekuasaan pemegang gadai (pasal 1152 BW). Namun penguasaan benda oleh pemegang gadai bukan untuk menikmati, memakai dan memungut hasil, melainkan hanya untuk menjadi jaminan pembayaran hutang.
Obyek dari hak gadai adalah benda bergerak meliputi benda berwujud dan benda tidak berwujud berupa hak untuk mendapatkan pembayaran uang yang berwujud suratsurat berharga.
Subyek hak gadai seperti halnya perbuatan-perbuatan yang lain, memberi dan menerima hak gadai hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang cakap untu melakukan perbuatan hukum. Dan bagi pemegang gadai berhak mengasingkan (menjual, menukar, mengibahkan) barang yang digadaikan.
Cara mengadakan hak gadai berasarkan atas suatu perjanjian antara kreditur dan debitur. Perjanian itu dapat dilakukan dengan tertulis (otentik dibawah tangan) dan dapat dibuat secara lisan (pasal 1151 BW). Setelah itu penyerahan benda yang digadaikan. Sebab-sebab hapusnya hak gadai: (1) karena hapusnya perjanjian, (2) perintah pengembalian benda lantaran penyaahgunaan dari pemegang gadai, (3) barangnya dikembalikan sendiri oleh pemegeng gadai kepada pemberi gadai, (4) pemegang gadai menjadi pemilik benda yang digadaikan, (5) karena dieksekusi oleh pemegang gadai, (6) karena lenyapnya benda, (7) karena hilangnya benda.
b. Jamina fidusia
Istilah jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak bauk yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya banguna yang tidak dibebani hak tanggungan (UU No. 4 Tahun 1996)
Obyek jaminan fidusia adalah pihak-pihak yang membuat perjanjian pembebanan jaminan fidusia, yaitu pemberi dan penerima fidusia. Syarat pemberi fidusai adalah pemilik benda yang dibebani jaminan fidusia, sehingga berwenang mengalikan hak kepemilikan benda tersebut.
Pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta notaries dengan bahasa Indonesia yang merupakan akta jaminan. Setelah jaminan dibuat salanjutnya akta dibawah oleh penerima fidusia (kusa atau wakilnya) ke kantor pendaftaran fidusia untuk dimohonkan pendaftaran, dengan melampirkan pernyataan jaminan fidusia. Pemberi fidusia (debitur) dilarang melakukan fidusia ulang atas benda yang menjadi obyek jaminan fidusia (pasal17 UUJF)
Hapusnya jaminan fidusia, pasal 25 UUJF yaitu: (1) hapusnya hutang yang dijamin dengan fidusia, (2) pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima jamina fidusia, (3) musnahnya benda yang menjadi obyek jaminan fidusia.
c. Hak Tanggungan
Hak tanggungan merupakan hak jaminan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kreditur tertentu terhadap kreditur tertentu. Hak tanggungan tidak dapat dibagi-bagi artnya membebani setara untuk obyak hak tanggungan dan setiap bagian daripadanya.
Obyek hak hak tanggungan adalah: hak milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan (pasal 4 UUHT). Sedang subyek hak tanggungan adalah pihak-pihak yang membuat perjanjian pemberian hak tanggungan dan pihak penerima tanggungan / pemegang hak tanggungan.
Hapusnya hak tanggunga karenakan: hapusnya utang yang dijamin dengan HT, dilepasnya HT oleh si pemegang, karena pembersian HT berdasarkan penetapan peringkat oleh ketua PN dan karena hapusnya hak atas tanah yang dibebani HT.
d. Hypotheek
Hipotik dirumuskan dalam pasal 1162 BW yaitu hak kebendaan atas benda-benda tidak bergerak untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan. Artinya hak kebendaan yang bersifat memberi jaminan kepada kreditur bahwa piutangnya akan dilunasi oleh debitur tepat pada waktu yang dijanjikan.
Didalam hipotik lazim diadakan janji-janji (bedingen) yang bertujuan melindungi kepentingan kreditur pemegang hipotik agar tidak dirugikan. Janji-janji seperti ini secara tegas dicantumkan dalm akta pembebanan hipotik, yaitu: (a) janji untuk menjual atas kekuasaan sendiri (pasal 1178 BW), (b) janji tentang sewa (pasal 1185 BW), (c) janji tentang asuransi (pasal 297 WvK) dan (d) janji untuk tidak dibersihan.
Hapusnya Hipotik dalam pasal 1209 BW disebutkan hal-hal yang menyebabkan hapusnya hipotik, yaitu: (1) karena hapusnya perikatan pokok (hapusnya perjanjian utang piutang), (2) karena pelepasan hipotiknya oleh kreditur, (3) karena penetapan tingkat oleh hakim.

HUKUM PERIKATAN
1. Pengertian Perikatan
Perikatan adalah hubungan hukum antara dua pihak di dalam lapangan harta kekayaan, dimana pihak yang satu (kreditur) berhak atas prestasi dan pihak lain (debitur) berkewajiban memenuhi kewajiban itu. Apakah semua hubungan hukum merupakan perikatan dalam penegrtian hukum atau tidak, para sajana menggunakan ukuran dapat tidaknya dinilai dengan uang. Tetapi ini tidak bisa dipertahankan lagi karena masih ada selain itu mempunyai akibat hukum seperti tercemarnya nama baik atau cacat tubuh seseorang karena perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) orang lain, walaupun begitu ukuran dapat tidaknya dihitung dengan uang tetap ada karena hubungan hukum yang bisa dinilai dengan uang selalu merupakan perikatan.
Subyek perikatan adalah kreditu dan debitur. Kreditur harus tahu identitas debitur karena tentu tidak dapat menagih pemenuhan prestasi kepada debitur yang tidak dikenal, sedangkan debitur tidak harus tahu identitas kreditur.
Obyek perikatan yang merupakan hak kreditur dan kewajiban debitur biasanya dinamakan prestasi. Menurut pasal 1234 BW prestasi itu dapat member sesuatu, berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu. Apa yang dimaksud dengan sesuatu disini bergantung kepada maksud tujuan daripada para pihak yang mengadakan hubungan hukum. Perkataan sesuatu tersebut bisa berbentuk materiil (berwujud) dan dalam bentuk immaterial (tidak berwujud).
Prestasi daris suatu perikatan harus memenui syarat-syarat sebagai beikut di bawah ini:
a. Harus diperkenankan ,tidak boleh bertentangan dengan UU, ketertiban umum dan kesusilaan (pasal 1335 dan 1337 BW)
b. Harus tertentu dan dapat ditentukan, artinya harus terang dan jelas (pasal 1320 ayat (3) dan 1333 BW)
c. Harus mungkin dilakukan, artinya mungkin dilaksanakan menurut kemampuan manusia. Jika perstasinya secara obyektif tidak mungkin dilaksanakan. Tidak akan timbul perikatan, dan jika prestasinya subyektif tidak mungkin dilakukan, tidaklah demikian.

2. Pengaturan Hukum Perikatan
Hukum perikatan diatur dalam buku III BW yang terdiri dari 18 Bab (titel) ditambah dengan title VIII A dengan sistematik sebagai berikut:
BAB I (pasal 1233 s.d. 1312) tentang perikatan-perikatan pada umumnya.
BAB II (pasal 1313 s.d. 1380) tentang perikatan yang timbul dari perjanjian.
BAB III (pasal 1352 s.d. 1380) tentang perikatan yang timbul karena UU.
BAB IV (pasal 1381 s.d. 1456) tantang hapusnya perikatan.
BAB V s.d. XVIII ditambah BAB VII A (pasal 1457 s.d. 1864) tentang perjanjian-perjanjian khusus.
Dalam hukum perikatan bahwa antara perikatan yang bersumber pada perjanjian dan perikatan yang bersumber pada UU pada hakikatnya tidak ada perbedaan, sebab meskipun perikatan bersumber pada perjanjian pada hakikatnya baru mempunyai kekuatan sebagai kekuatan karena diakui UU dank arena mendapat sanksi dari UU. Dan menurut sebagian penulis kedua macam perikatan itu etap ada perbedaannya.
Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang menyatakan bahwa setiap orang pada dasarnay bolehmembuat kontrak (perjanjian) yang berisi apapun asal tidak bertentangan dengan UU, kesusilaan, dan ketertiban umum. Dengan adanya kebebasan berkontrak kedudukan rangkaian pasal-pasal buku III BW khususnya pasal-pasalpada title D s.d. XVIII banyak yang bersifat sebagi hukum pelengkap saja, artinya boleh dikesampingkan sekiranya para pihak pembuat perjanjian menghendakinya.
3. Syarat-Syarat Perjanjian
Syarat-syarat untuk sahnya suatu perjanjian disebutkandalam pasal 1320 BW yaitu:
a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, dengan tidaak ada paksaan kekeliruan dan penipuan. Persetujuan dapat dinyatakan secara tegas maupun secara diam-diam.
b. Cakap untu membuat suatu perjanjian. Dengan ketentuan sudah dewasa, sehat akal pikiran dan tidak dilarang oleh suatu peraturan perundang-undangan untu melakukan suatu perbuatan tertentu.
c. Suatu hal tertentu, dalam hal perjanjian adalah barang menjadi obyek suatu perjanjian, tertentu maksudnya bendanya bisa ditentukan jenisnya sebang jumlahnya tidak perlu ditentukan, asalkan saja kemudian dapat ditentukan atau diperhitungkan (pasal 1333 BW)
d. Suatu sebab yang halal, diatur dalam pasal 1335 BW menyatakan bahwa suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena suatu sebab yang palsu atau terlarang tidak mempunyai kekuatan.
Syarat a dan b dinamakan syarat subyektif karena mengenai subyek yang mengadakan perjanjian, sedangkan syarat c dan d dinaman syarat obyektif karena mengenai obyek perjanjian.
4. Macam-Macam Perikatan
a) Menurut ilmu pengetahuan perdata perikatan dapat dibedakan atas beberapa macam.
1. Menurut isi daripada prestasinya:
a. Perikatan positif dan negative
b. Perikatan sepintas lalu dan berkelanjutan
c. Perikatan alternative
d. Perikatan vekultatif
e. Perikatan generic dan specivik
f. Perikatan yang bisa dibagi dan yang tidak bisa dibagi
2. Menurut subyeknya
a. Perikatan tanggung-menanggung
b. Perikatan pokok dantambahan
3. Menurut mulai berlakunya dan berakhirnya
a. Perikatan bersyarat
b. Perikatan dengan ketetapan waktu
b) Menurut undang-undang perikatan dapat dibedakan atas beberapa macam yaitu : (a) Perikatan bersyarat, (b) Perikatan dengan ketetapan waktu, (c) Perikatan manasuka (alternatif), (d) Perikatan tanggung-menanggung, (e) Perikatan yang dapat dibagidan yang tidak dapat dibagi, (f) Perikatan dengan ancaman hukuman.
5. Wanprestasi dan Akibat-Akibatnya
Prestasi adalah suatu yang wajib harus dipenuhi oleh debitur dalam setiap perikatan. Prestasi merupakan isi daripada perikatan. Apabila debitur tidak memenuhi prestasi sebagaimana yang telah ditentukandalam perjanjian, ia dikatakan wanprestasi.
Wanprestasi seorang debitur dapat berupa 4 macam yaitu: (1) Sama sekali tidak memenuhi prestasi, (2) Tidak tunai memenuhi prestasi, (3) Terlambet memenuhi prestasi, (4) Keliru memenuhi prestasi.
Dalam perjanjian yang prestasinya untuk member sesuatu atau untu berbuat sesuatu yang tidak menetapkan kapan debitur harus harus memenuhi prestasi itu, sehingga untuk memenuhi prestasi tersebut dbitur harus lebih dahulu diberi teguran (sommatie/ ingebrekestelling) agar ia memenuhi kebutuhannya. Dan tegran itu bisa berupa surat perintah atau dengan akta sejenis (pasal 1238 BW).
Apabila debitur dalam keadaan wanprestasi, kreditur dapat memilih diantara beberapa kemungkinan tuntutan sebagaimana disebut pasal 1267 BW yaitu: (1) Pemenuhan perikatan, (2) Pemenuhan perikatan dengan ganti kerugian, (3) Ganti kerugian, (4) Pembatalan perjanjian timbale balik, (5) Pembatalan dengan ganti kerugian.
Biamana kreitur hanya menuntut ganti kerugian, dianggap telah melepaskan haknya untuk memintak pemenuhan dan pembatalan perjanjian.
Apabila debitur sudah menerima teguran tetapi setelah setelah yang pantas yang diberikan kepadanya untuk memenuhi perikatan telah lewat, tetapi prestasi belum juga dipenuhi, maka apabila kreditur menyatakan masih bersediah menerima pelaksaanperikatan itu, drbitur masih dapat melaksanakan perikatan tersebut. Akan tetapi apabila, pernyataan kesediaan menerima pelaksanaan itu tidak ada maka para ahli hukum berbeda pendapat. Menurut diphuis, opzoormer, assr –Losecat- Vermeer, dan van Brakel dan Suyling serta Hoge Raad dinegeri belanda menyatakan bahwa debitur tidak lagi dapat melaksanakan perikatan itu. Sedangkan menurut Asser –Goudoever dan Hofmann berpendapat sebaliknya.
6. Penggantian Kerugian
Ganti rugi adalah sanksi yang dapat dibebankan kepada debitur yang tidak memenuhi prestasi dalam suatu perikatan untuk memberikan penggnatian biaya, rugi dan bunga.
Kerugian-kerugian yang dapat dituntut oleh kreditu pada debitur tidak dapat diperhitungkan sekehendak hati, melainkan dibatasi sedemikian rupa oleh Undang-undang. Pembatasan tersebut termuat dalam pasal 1247, 1248 dan 1250 BW.
7. Pembatalan Perjanjian
Artinya pembatalan bukanlah pembatalan karena tidak memenuhi syarat subyektif dalam perjanjian, tetapi karena debitur telah melakukan wanprestasi. Selain dapat dapat mengajukan pembatalan, kreditur dapat pula mengajukan tuntutan yang lain yaitu pembatalan perjanjian dang anti kerugian, ganti kerugian saja, pemenuhan perikatan atau pemenuhan perikatan dang anti kerugian.
Dengan melihat pendapat dan tafsiran apara ahli hukum pada umumnya terhadap ketentuan pasal 1266 BW, bahwa ada 3 syarat yang harus dipenuhi untuk terjadinya pembatalan perjanjian, yaitu: (1) perjanjian harus bersifat timbal balik, dimana kedua belah pihak sama-sama mempunyai kewajiban untuk memenuhi prestasi; (2) Harus ada Wanprestasi; (3) Harus dengan keputusan hakim.
8. Overmacht (keadaan memaksa)
Overmacht sering juga disebut force majeure yang lazim diterjemahkan dengan keadaan memaksa dan adapula yan menyebutnya dengan sebab kahar. Overmacht secara umum termuat dalam bagian Umum buku III BW yang dituangkan dalam pasal 1244, 1245 dan 1444.
Dalam pasal 1243 dinamakan Overmacht of toevel yang diterjemahkan oleh Dr. Subekti S.H dan R. Tjirosudibio, S.H., dengan keadaan memaksa atau lantaran suatu kejadian yang tidak senganja. Kemudian dalam paal 1444 keadaan memaksa dinamakan Onvoorziene toevel yang diterjemhakan oleh Dr. Subekti S.H dan R. Tjirosudibio, S.H. dengan kejadian tidak terduga. Menurut penulis meskipun pasal 1244, 1245 dan 1444 BW tersebut mempergunakan istilah berbeda-beda dengan menyebutkan keadaan memaksa dan diterjemahkan berbeda-beda pula oleh para sarjan, tetapi tidaklah berbeda maksudnya.
Dari pasal-pasal tersebut dapatlah disimpulkan bahwa Overmacht yaitu suatu keadaan sedemikian rupa, karena keadaan mana suatu perikatan terpaksa tidak dapat dipenuhi dan peraturan hukum terpaksa tidak diindahkan sebagai mestinya.
Macam-macam Overmacht
1. Bersifat mutlak (Absolut), suatu keadaan memaksa yang menyebabkan suatu perikatan bagaimanapun tidak tidak mungkin bisa dilaksankan.
2. Bersifat nisbi (relatif), suatu keadaan memaksa yang menyebabkan suatu perikatan hanya dapat dilaksanakan oleh debitur dengan pengorbanan yang demikian besarnya sehingga tidak lagi sepantasnya pihak kreditur menuntut pelaksaan perikatan tersebut. Untuk menilai sifat overmacht yng berssifat nisbi ini ada 2 macam ukuran yaitu ukuran subyektif dan obyektif.
Pembuktian adanya Overmacht
Yang yang harus membuktikan adanya overmacht adalh pihak debitur yang terpaksa tidak bisa memenuhi prestasi (pasal 1244 dan 1444 BW)
Risiko
Yakni kewajiban menanggung kerugian akibat Overmacht, pengaturan risiko diatur dalam pasal 1237, 1264 dan 1444 yang menentukan secara tersirat. (dalam pasal 1237), Apabila barangnya sebelum diserahkan kepada pihak yanh berhak yang berhak menerimanya sedangkan perjanjian telah dilahirkan, kemudian barang itu musnah iluar kesalhahn pihak yang akan menyerahkan maka resiko musnahnya barang tersebut ditanggung oleh pihak yang akan menerima.
9. Exeptio Non Adempleti Contractus dan rechtsverwerking
a. Exeptio Non Adempleti Contractus
Pada setiap perjanjian timbal balik, hak dan kewajiban di satu pihak berhadapan dengan hak dan kewajiban dipihak lain, sehingga dianggap selalu ada asas bahwa keduanya berhak berhak mengadakan perjanjian haarus sama-sam memenuhi kewajiban dan sama-sama menerima hak. Sehingga logis antara keduanya saling menuduh wanprestasi terhadap yang lain. Oleh karena itu, seorang yang dituduh lalai dan dan dimintakan pertanggungjawabannya atas kelalaian tersebut dapat membela dirinya dengan mengajukan tangkisan yang disebut Exeptio Non Adempleti Contractus
Exeptio Non Adempleti Contractus adalah tangkisan yang menyatakan bahwa ia (debitur) btidak melaksanakan perjanjian sebagaimana menstinya justru karena kreditur sendiri tidak melaksanakan perjanjian seperti itu sebagaimana mestinya.
b. Rechtsverwerking
Seorang debitur yang dituduh melakukan wanprestasi, selain dapat membela dirinya denagnn mengajukan alas an Overmacht dan Exeptio Non Adempleti Contractus jaga dapat mengajukan Rechtsverwerking (pelepasan hak)
Rechtsverwerking (pelepasan hak) adalah sikap dari pihak kreditur baik berupa pernyataan secara tegas maupun secara diam-diam bahwa ia tidak menuntut lagi terhadap debitur apa-apa yang merupakan haknya.

10. Pelaksanaan Perjanjian
Melaksanakan perjanjian berarti melaksanakan sebagaimana mestinya apa yang merupakan kewajiban terhadap siapa perjanjian itu dibuat. Perihala bagaimana suatu perjanjian harus ditafsirkan, pengaturannya termuat dalam rangkaian pasal-pasal 1342 s.d. BW, yang isinya: (1) apabila kata-katanya sudah jelas tidak boleh disimpangi dengan menafsirkannya, (2) apabila kata-katanya bisa ditafsirkan maka terlebih dahulu adalah di tafsirkan dengan jalan menyelidiki maksud kedua belah pihak, (3) bila terjadi dua penegertian haruss dipilih pengertian yang memungkinkan perjanjian itu dan selaras dengan sifat perjanjian, (4) jiak terjadi keraguan maka ditafsirkan menurut kebiasaan dalam suatu daerah dimana ia mengadakan perjanjian, (5) segala sesuatu menurut kebiasaan selamanya di perjanjikan, maka secara diam-diam dimasukkan perjanjian, (6) semuah janji yang yang dibuat dalam perjanjian harus diartikan dalam hubungan satu sama lain dan harus ditafsirkan dalam rangka perjanjian seluruhnya.
Dalam rangka pelaksanaan perjanjian itikad baik sangat penting sekali karena merupakan landasan untuk melaksanakan perjanjian. Itikad baik dalam yang sering diartikan dengan kejujuran dibedakan 2 macam: (1) itikad baik pada waktu akan melaksanakan perjanjian, (2) itikad baik pada waktu melaksanakn hak dan kewajiban yang timbul dari perjanjian.
Hakim berkuasa menyimpangi isi perjanjian hakim diberi kekuasaan untuk mengawasi pelaksanaan perjanjian, jangan sampai perjanjian itu melanggar keadilan dan kepatutan (pasal 1338 ayat (3) BW), hakim boleh menyimpangi isi perjanjian bila perjanjian itu bertentangan dengan raa keadilan.
11. Perikatan yang Bersumber dari Undang-Undang
Diatur dalam UU buku III BW title III (pasal 1352 s.d. 1380), dalam pasal 1352 dijelaskan perikatan yang bersumber dari UU dibedakan menjadi2, yaitu bersumber dari UU saja dan perikatan yang bersumber dari UU karena peerbuatan manusia.
a) Zaak warneming adalah suatu perbuatan dimana seseorang dengan sukarela tanpa mendapat perintah, mengurus (urusan) orang lain, dengan atau tanpa sepengetahuan orang ini. syarat-syarat Zaakwarneming adalah : (1) yang diwakili adalah kepentingan orang lain, (2) dilakukan dengan sukarela tanpa imbalan, (3) tanpa adanya perintah (kuasa) tetapi inisiatif sendiri, (4) dalam keadaan membenarkan inisiatif seseorang untuk bertindak sebagai Zaakwarneming misalnya dalm keadaan memaksa.
b) Pembayaran yang tidak diwajibkan bilamana pengembalian tidak ungkin dilakukan oleh debitur sesuai prestasi semula, yang dikembalikan kpada orang yang membayar (kreditur) adalah nilai harganya.
c) Naturlijke Verbintenis, menurut subekti adalah suatu perikatan yang berada di tengah-tengah antar perikatan moral atau kepatutan dan perikatan hukum. Beberapa perikatan berikut ini termasuk Naturlijke Verbintenis yaitu: (1) bunga yang tidak diperjanjikan (pasal 1766 BW), (2) utang yang terjadi karena perjudian tidak dapat dituntut pemenuhannya (pasal 1788 BW), (3) sisa utang orang failit setelah dilakukan pembayaran menurut perdamaian.
d) Perbuatan melanggar hukum (Onrechtmatige Daad), pasal 1365 BW sama dengan 1401 BW belanda yang menjadi pangkal perdebatan mengenai Onrechtmatige Daad itu menyatakan “ tiap perbuatan yang melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.
Untuk dapat dipertanggungjawabkan orang yang melakukan perbuatan melanggar hukum, pasal 1365 BW mensyaratkan adanya kesalahan dan tidak membedakan antara dalam bentu kesengajaan (Opzet/ Dolus) maupun keselahan dalam bentuk kurang hati-hati (culpa), berbeda dengan hukum pidana.
Kerugian yang disebakan oleh perbuatan melanggar hukum dapat berupa kerugiam materiil dan dapat berupa Immateriil.
12. Hapusnya Perikatan
Hal-hal yang mengakibatkan hapusnya perikatan dalam BW disebutkan dalam pasal 1380 adalah:
1. Karena pembayaran
2. Karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan dan penitipan.
3. Karena pembaharuan uang.
4. Karena perjumpaan utang atau kompensasi.
5. Karena percampuran uang tunai.
6. Karena percampuran utang
7. Karena pembebasan utang.
8. Karena kebatalan dan pembatalan.
9. Karena berlakunya syarat batal.
10. Karena lewat waktu



resume buku perdata “SELUK-BELUK dan ASAS-ASAS HUKUM PERDATA” Karya H. Riduan Syahrani, S. H., tentang hukum benda dan hukum perikatan, semoga brmanfaat: