Kamis, 05 Januari 2012

Makalah HAM (anak bekerja di bawah umur)




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Ekpolitasi Anak Bekerja di Bawah Umur
Dalam perspektif UU Perlindungan Anak, Pasal 1 ayat 1 No.23 tahun 2002 bahwa anak yang belum berusia 18 tahun termasuk anak yang masih dalam perlindungan. Dalam hal ini mereka tidak boleh menjadi tulang punggung ekonomi keluarga. Anak-anak hanya boleh berada di tiga tempat, yakni rumah, sekolah dan tempat mereka bermain saja. Apapun alasannya mempekerjakan anak di bawah umur merupakan perbuatan yang melanggar Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, UU tentang
Perburuhan dan UU tentang Ketenaga kerjaan. Faktor penyebab utama munculnya tenaga kerja anak (buruh anak) adalah  kemiskinan dan pendidikan Dengan bekerjanya anak-anak seolah-olah orang tua merasa beruntung padahal sebaliknya karena dampak yang ditimbulkan dari anak bekerja di bawah umur sangatlah banyak antaralain pertumbuhan fisik dariapada anak tersebut bisa terhambat, pertumbuhan emosional dan pertumbuhan sosial serta moral.
Untuk para orang tua yang memiliki anak dibawah umur namun mereka tidak mampu menyekolahkan anak-anak mereka dikarenakan faktor ekonomi, sebaiknya mengkaji kembali keuntungan serta kerugian jika mereka mempekerjakan anak mereka pada tempat yang memiliki kondisi kerja yang tidak sesuai untuk anak dibawah umur,seharusnya orang tua tidak memaksakan kehendak mereka untuk mempekerjakan anak mereka, meski dalam hal ini mempekerjakan anak merupakan hal yang cukup menguntungkan bagi kelangsungan hidup keluarga, namun para orang tua seharusnya menyadari bahwa dengan mempekerjakan anak-anak mereka, berarti para orang tua telah mengorbankan kebebasan serta hak-hak anak.
Untuk masyarakat pada umumnya,solidaritas yang tinggi terhadap warga lain disekitar tempat tinggalnya, dimana masyarakat yang secara ekonomi lebih mampu daripada masyarakat yang lainnya, hendaknya mereka memberikan bantuan baik itu berupa modal usaha maupun dengan menjadi orang tua asuh bagi anak-anak dari keluarga yang kurang mampu agar mereka dapat bersekolah.
BAB II

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka kami dapat merumuskan masalah dalam karya tulis ini, sebagai berikut:

1.      Kajian HAM tentang pekerja anak ?
2.      Apakah Pekerja Anak masih jadi masalah di Indonesia ?
3.      Jenis Dan Betuk Pekerja Anak ?














BAB III
PEMBAHASAN

A.    Tinjauan Pustaka
Pejelasan HAM terhadap anak
Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat dan hak- hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Anak sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa memiliki hak sejak dilahirkan, sehingga tidak ada manusia atau pihak lain yang boleh merampas hak tersebut.
Pada hakekatnya Hak asasi Manuisa adalah suatu konsepsi mengenai pengakuan atas harkat dan martabat manusia yang dimiliki secara alamiah yang melekat pada setiap manusia tanpa perbedaan bangsa, ras, agama dan jenis kelamin. Untuk mewujudkan konsepsi Hak Asasi Manusia masing-masing orang dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, tentu saja konsepsi itu harus dijabarkan dan dituangkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan dalam  sistem  hukum  nasional,  sehingga  selain  Hak  Asasi  Manusia  tersebut dijamin dan dilindungi oleh undang-undang juga apabila hak tersebut dilanggar maka akan terjadi pelanggaran hukum.
Begitu halnya juga dengan hak anak, salah satu dari hak asasi anak adalah jaminan untuk mendapatkan perlindungan yang sesuai dengan nilai-nilai agama dan kemanusiaan. Jaminan perlindungan hak asasi tersebut sesuai dengan nilai- nilai pancasila dan tujuan negara sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945.
Hak asasi  anak  diakui  secara  universal  sebagaimana  tercantum  dalam Piagam PBB, Deklarasi PBB tahun 1945 tentang Hak Asasi Manusia, Deklarasi ILO di Philadelphia Tahun 1944 tentang Hak-Hak Anak, Konvensi PBB Tahun 1989 Tentang Hak-Hak Anak. Hak asasi anak merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia yang termuat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang   Hak-Hak Anak  (Convention on The Rights of The Child). Bahwa dalam deklarasi Universal Hak Asasi Manusia,  Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menyatakan bahwa dalam masa kanak-kanak, anak berhak  memperoleh pemeliharaan dan bantuan khusus.
Sebagai anggota PBB dan Organisasi Ketenagakerjaan Internasional atau ILO  (International Labour Organization) Indonesia menghargai, menjungjung tinggi, dan berupaya menerapkan perlindungan Hak asasi Manusia, termasuk di dalamnya adalah hak anak. Konvensi ILO No 182 Tahun 1999 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk Bentuk  Pekerjaan Terburuk untuk Anak yang disetujui pada Ketenagakerjaan Internasional ke-87 tanggal  17  Juni  1999  di  Jenewa  dan  yang  telah  diratifikasi  oleh  Republik Indonesia dengan Undang-Undang No 1 tahun 2000, merupakan salah satu Konvensi  yang  melindungi  hak asasi anak. Konvensi ini  mewajibkan  setiap negara anggota ILO yang telah merativikasinya harus segera melakukan tindakan- tindakan untuk menghapuskan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak.
Menurut Goonesekere dalam Koesparmono (2009: 64) berpendapat bahwa bagi anak untuk mencapai keadilan bukan hanya harus mendapatkan hak-hak sipil tetapi juga hak-hak sosial ekonomi atau hak kesejahteraan. Hal ini berarti bahwa negara memerlukan sistem sosial dan ekonomi yang efektif sehingga anak-anak tidak dieksploitasi atau ditempatkan pada keadaan yang tidak menguntungkan.
Namun, pada kenyataanya jumlah pekerja anak saat ini semakin banyak. Keberadaan pekerja anak merupakan suatu fenomena yang kompleks dan sudah berlangsung lama yang dimulai dari negara-negara Eropa dan kemudian negara berkembang didunia ketiga termasuk di Indonesia.
Menurut Tjandraningsih (1995) dalam Mulyadi (2003: 110) mengatakan bahwa
 “pekerja anak adalah anak-anak yang melakukan pekerjaan secara rutin untuk orang tuanya atau untuk orang lain, dengan membutuhkan sejumlah besar waktu dengan menerima imbalan maupun tidak”.
Dalam Undang-undang No. 1 Tahun  1951  membedakan  pekerja  remaja  dan  pekerja  anak.  Dimana  pekerja remaja adalah mereka yang berada dalam usia 14-18 tahun, sedangkan pekerja anak adalah mereka yang berusia di bawah 14 tahun. Sedangkan menurut Badan Pusat Statistik pekerja anak adalah mereka yang berusia 10-14 tahun dan yang bekerja paling sedikit 1 jam secara terus menerus dalam seminggu yang lalu dan bekerja untuk meningkatkan penghasilan keluarga atau rumah tangga.
Dari pengertian tersebut, maka yang disebut sebagai pekerja anak adalah mereka   yang   berusia  18 tahun kebawah  yang   bekerja   untuk   membantu penghasilan orang tua dan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Banyak cara penyamaran eksploitsi anak, akan tetapi apapun bentuk yang diambil, semua di dasarkan pada pemanfaatan kelemahan dan ketidak berdayaan anak-anak.  
Terjadinya   eksploitasi   terhadap   anak   adalah   karena   minimnya Perlindungan terhadap mereka, padahal mereka masih membutuhkan perlindungan.
Faktor kemiskinan yang dihadapi oleh keluarga, menjadi salah satu alasan bagi mereka untuk bekerja. Ditambah lagi posisi pinggiran juga menjadikan mereka hanya mementingkan bagaimana agar dapat sekedar bertahan hidup saja, akan tetapi kondisi seperti ini mendatangkan keuntungan bagi prang-orang yang mengeksploitasi mereka.
Meskipun perbudakan telah dinyatakan sebagai tindakan melanggar hukum di seluruh dunia, namun banyak keadaan yang membuat kehidupan dan pekerjaan anak dapat disebut sebagai mendekati perbudakan. Hal ini mencakup eksploitasi buruh anak-anak, kerja paksa, penjualan anak-anak, pelacuran yang dipaksakan dan penjualan manusia, serta penjualan narkotika dengan pelantara anak-anak.
Keberadaan  anak  yang  bekerja  tentunya  harus  mendapatkan  perhatian, bukan hanya terhadap anak itu sendiri, melainkan situasi dimana mereka bekerja juga harus mendapatkan perhatian.           Seperti yang diungkapkan oleh A Rahman (1997: 67) yang menyebutkan,
”yang perlu mendapatkan perhatian bukanlah kenyataan bahwa mereka itu bekerja, akan tetapi situasi kerja mereka itulah yang menjadi ukuran eksploitasi.”
Dari pendapat diatas, pemilihan situasi kerja sebagai salah satu yang juga harus mendapatkan perhatian bagi perlindungan anak, karena situasi kerja anak mungkin dapat membahayakan kesehatan tubuh dan kesehatan mental serta nilai moral mereka.
Pekerjaan anak ini merugikan anak dan dapat mencegah ia menjadi orang dewasa biasa. Oleh karena itu, pekerjaan anak semacam ini harus ditolak baik dengan alasan perikemanusiaan maupun dengan alasan tidak menguntungkan. Di pandang dari sudut pendidikan, anak masih harus bersekolah sampai umur empat belas tahun, yang kira-kira sampai sekolah menengah pertama
Larangan  terhadap  pekerjaan  anak  terdapat  pada  Undang-Undang Kerja pada  pasal 2 yang menetapkan bahwa           
”anak  tidak    boleh   menjalankan pekerjaannya”. 
Sejalan dengan penjelasan pada pasal tersebut, Larangan pekerjaan ini maksudnya ialah untuk menjaga kesehatan dan pendidikan anak. Badan anak masih lemah untuk menjalankan pekerjaan, apalagi pekerjaan yang berat. Selain itu, larangan pekerjaan anak dihubungkan dengan kewajiban belajar bagi anak-anak.
Anak-anak yang terpaksa bekerja       dalam perspektif Konvensi Hak Anak (KHA)  dikategorikan  sebagai            anak-anak  yang  membutuhkan  perlindungan khusus (children in need of special protection/CNSP). Anak yang terpaksa pekerja dalam terminologi Hukum Hak Asasi Manusia Internasional disebut dengan pekerja anak (child labour) (Adzkar, 2010: 1).
Anak dalam situasi khusus (childern in need of special protection/CNSP) berdasarkan  interpretasi  hukum  Komite  Hak  Anak  PBB  terdapat      4  (empat) kelompok yaitu:
1.  Anak-anak dalam situasi darurat (children in situation of emergency), yakni pengungsi anak (children refugee) baik pengungsi lintas negara maupun pengungsi dalam negeri (internally displaced people) dan anak yang berada dalam situasi konflik bersenjata (children in situation of armed conflict).
2. Anak dalam situasi eksploitasi, meliputi eksplotasi ekonomi, penyalahgunaan obat  (drug  abuse),  eksplotasi  seksual,  perdagangan  anak  (trafficking),  dan ekploitasi bentuk lainnya.
3. Anak yang berhadapan dengan hukum (children in conflict with the Law).
4. Anak yang berasal dari masyarakat adat dan kelompok minoritas (children from indigenous people and minorities).
Perlindungan khusus terhadap anak diatur dalam pasal 59 sampai dengan pasal 71 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002. Pemerintah dan lembaga negara berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak:
1.  dalam situasi darurat,
2.  anak yang berhadapan dengan hukum,
3.  anak dari kelompok minoritas dan terisolasi,
4.  anak terekploitasi secara ekonomi, dan atau seksual,
5.  anak yang diperdagangkan,
6.  anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alcohol,psikotropika, dan zat adiktif lainnya.
7.  anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan,
8.  anak korban kekerasan fisik dan/ atau mental,
9.  anak penyandang cacat, dan
10. anak korban perlakuan salah dan pelantara
Anak  dalam  situasi  pada  huruf  (d)  diatas  dapat  diaktegorikan  sebagai pekerja anak dibawah umur . Oleh sebab itu keberadaan mereka harus mendapatkan perlindungan khusus dari pemerintah.   Hal ini dapat   dilihat pada pasal 64 Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak asasi Manusia menyebutkan bahwa:
setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi ekonomi dan setiap pekerjaan yang membahayakan dirinya sehingga dapat mengganggu pendidikan, kesehatan fisik, moral, kehidupan social, dan mental spiritual.
Perlindungan khusus bagi anak yang dieksploitasi dilakukan melalui:
1.  penyebarluasaan dan/ atau sosialisasi tentang peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/ atau seksual;
2.  pemantauan, pelaporan, dan pemberian sanksi; dan
3.  pelibatan berbagai instansi pemerintah, perusahaan, serikat pekerja, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat dalam penghapusan eksploitasi terhadap anak secara ekonomi dan/ atau seksual.
Jadi, setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi terhadap anak

2. PEKERJA ANAK DI INDONESIA
Hak Azasi Manusia adalah Hak yang dimiliki manusia yang telah di peroleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahiran atau kehadirannya di dalam kehidupan masyarakat  ( Prof. Miriam Budiarjo 1983 : 120 ).
Itulah salah satu pendapat yang menyatakan bahwa Hak Azasi Manusia harus di miliki oleh setiap manusia yang hidup di bumi ini tanpa melihat jenis kelamin ,keturunan, suku, bangsa, kaya, miskin semuanya memiliki hak yang sama ketika mereka lahir ke dunia.
Pertanyaannya adalah apakah Hak itu telah di rasakan oleh semua manusia atau belum..... ? khususnya di Indonesia yang telah memiliki beberapa Undang-undang tentang Hak-hak setiap warga negara bahkan dalam dasar negara pun Hak-hak itu telah dicantumkan.
Mari kita lihat bersama kemiskinan, kelaparan, anak terlantar apakah mereka telah merasakan Hak-hakmya sebagai warga negara yang memang harus di lindungi dan dipelihara oleh negara ( UUD 45 ) . Pekerja Anak  ( Child Labour ) adalah sebuah istilah untuk memperkerjakan anak kecil/ anak dibawah umur, istilah ini memiliki pengeksploitasian anak kecil atas tenaga mereka, dengan gaji yang kecil atau pertimbangan bagi perkembangan kepribadian mereka, keamanan, kesehatan dan prospek masa depannya.
Pekerja Anak masih jadi masalah di Indonesia dari data statistik, sekira 6 % anak Indonesia usia 10-14 tahun, atau tak kurang dari 1,6 juta anak jadi bagian dari angkatan kerja.Data Organisasi Buruh Internasional ( ILO ) lebih heboh lagi . di Indonesia diperkirakan lebih dari 4,2 juta anak terlibat dalam pekerjaan berbahaya atau berisiko tinggi. Sekira 1,5 juta diantaranya adalah anak perempuan. Sedangkan data hasil survei niversitas Indonesia dan Program Penghapusan Buruh Anak ILO, mengungkap, dari sekira 2,6 juta Pembantu Rumah Tangga ( PRT ) di ndonesia saat ini, 34,83 % diantaranya ank-anak, dan 93 % diantaranya adalah anak perempuan. Dalam UU Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan, di sebutkan bahwa pekerja anak adalah anak-anak yang berusaha dibawah 18 tahun. Mereka boleh di pekerJakan asal ada izin dari orang tua dan bekerja maksimal 3 jam sehari, itu berarti jika hak-hak anak diabaikan dan mereka bekerja lebih dari 3 jam sehari, sudah tentu bentuk Eksploitasi Anak dan merupakan salah satu betuk pelanggaran Hak Azasi Manusia.
Dalam UU Nomor 23/2002 tentang perlindungan Anak, pasal 88 tegas di sebutkan " setiap orang yang mengekploitasi ekonomi atau seksual anak dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dipidana dengan pidana penjara selama 10 tahun dan atau dendang paling banyak Rp. 200 Juta ".
Karena tidak ditegakan dengan baik, maka banyak orangtua /masyarakat mengabaikannya, faktor Ekonomi dan kemiskinan jadi alasan orang tua mempekerjakan anak,faktor ini pula yang jadi sebab utama Hak anak -anak itu menjadi terabaikan.
Pekerja Anak  ( Child Labour ) adalah sebuah istilah untuk memperkerjakan anak kecil/ anak  di bawah umur
UU Nomor 23/2002 tentang perlindungan Anak, pasal 88 tegas di sebutkan " setiap orang yang mengekploitasi ekonomi atau seksual anak dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dipidana dengan pidana penjara selama 10 tahun dan atau dendang paling banyak Rp. 200 Juta ".

3 .Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Rumah Tangga Anak di Bawah Umur Menurut Hukum Nasional
Beberapa peraturan perundang-undangan yang terkait dengan perlindungan anak dari eksplotasi ekonomi, eksploitasi seksual, dan keterlibatan dalam konflik bersenjata  atau  dikenal  dengan  bentuk-bentuk  pekerjaan  terburuk  bagai  anak diatur baik dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, maupun undang-undang lainnya yang berhubungan dengan perlindungan anak
Seharusnya seorang anak itu tidak diperuntukan untuk bekerja. Apalagi anak yang masih di bawah umur seperti yang sudah dijelaskan diatas. Seorang anak mempunyai hak untuk mendapatkan kehidupan yang layak. Bertitik tolak dari konsepsi perlindungan  anak  yang utuh,  menyeluruh, dan  komprehensif untuk memperoleh haknya, maka dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 meletakan kewajiban untuk memberikan perlindungan kepada anak berdasarkan asas-asas sebagai berikut:
1.  Non diskriminasi;
2.  Kepentingan yang terbaik bagi anak;
3.  Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan, dan;
4.  Penghargaan terhadap pendapat anak.
Dalam melakukan pembinaan, pengembangan, dan perlindungan anak, perlu peran masyarakat, baik melalui lembaga perlindungan anak, lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, organisasi sosial, atau lembaga pendidikan.
Namun pada kenyataan, masih banyak anak-anak yang belum terpenuhi haknya. Bahkan tak jarang anak dijadiakn sebagai eksploitasi ekonomi dan/ atau seksual, baik yang dilakukan secara sengaja atau tidak sengaja. Tuntutan ekonomi yang semakin meningkat, membuat sebagian anak yang hidup dikalangan menengah ke bawah harus putus sekolah. Dengan alasan orang tua yang tidak memiliki biaya yang cukup untuk menyekolahkan anak mereka.
Keadaan seperti inilah yang pada akhirnya membuat anak-anak tersebut memilih bekerja untuk membantu keuangan keluarga. Padahal sudah jelas dalam undang-undang bahwa anak dibawah umur, dalam artian anak yang berada pada usia sekolah (7 tahun sampai  15 tahun) tidak diperbolehkan bekerja. Hal  ini dipertegas dalam pasal 6 ayat (1) Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan, “setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar”.
Hal ini juga sesuai dengan pasal 9 Undang-undang No. 23 Tahun 2003 tentang  Perlindungan  Anak        yang  menyebutkan  bahwa  setiap  anak  wajib mendapatkan pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya. Pasal ini sejalan dengan pasal 28 C Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang menyebutkan:
Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya,  berhak  mendapatkan  pendidikan danmemperoleh  manfaat  dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia
Perlindungan hak anak untuk memperoleh pendidikan pun diatur dalam pasal 5 ayat (1) yang menyebutkan ”setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”.
Adapun jalur pendidikan yang bisa diperoleh oleh seorang anak, yaitu melalui jalur pendidikan formal, pendidikan in-formal, dan pendidikan non- formal. Seperti yang ada pada penjelasan pasal 14 Undang-Undang No 20/2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyebutkan, ”jenjang pendidikan formal  terdiri  atas  pendidikan  dasar,  pendidikan  menengah,  dan  pendidikan tinggi”.
Seorang anak yang terpaksa bekerja untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarga, tentu saja tidak sembarangan bekerja. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi bagi seseorang atau pengusaha yang akan mempekerjakan seorang anak. Seperti yang terdapat dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pasal 69 (2) disebutkan pengusaha yang mempekerjakan anak pada pekerjaan ringan harus memenuhi persyaratan :
1. izin tertulis dari orang tua atau wali;
2. perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali;
3. waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam;
4. dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah;
5. keselamatan dan kesehatan kerja;
6. adanya hubungan kerja yang jelas; dan
7. menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Adapun ketentuan atau syarat untuk mempekerjakan anak wajib memenuhi syarat, antara lain:
1.  di bawah pengawasan langsung dari orang tua dan wali;

2.  waktu kerja paling lama 3 (tiga) jam sehari; dan

3.  kondisi dan lingkungan kerja tidak mengganggu perkembangan fisik, mental, sosial, dan waktu sekolah.

Selain itu juga, adanya perlindungan lain yang diberikan pengusaha/majikan bagi pekerja, termasuk di dalamnya pekerja anak,yaitu yang berkaitan dengan norma kerja yang meliputi waktu kerja, mengaso, istirahat (cuti) dan upah. Perlindungan ini  sebagai  wujud  pengakuan terhadap  hak-hak  pekerja  sebagai manusia yang harus diperlakukan secara manusiawi dengan mempertimbangkan keterbatasan kemampuan fisiknya, sehingga harus diberikan waktu yang cukup untuk beristirahat
Selain perlindungan hak-hak yang sudah dijelaskan diatas, pekerja anak juga berhak  mendapatkan  pelatihan  kerja.  Hal  ini  bertujuan  agar  mereka  bisa mengembangkan bakat serta kemampuan mereka.
Seperti yang diatur dalam pasal 9 Undang-Undang No 13 tahun 2003 tentang  Ketenagakerjaan yang menyebutkan, “pelatihan kerja diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali, meningkatkan, dan mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan, produktivitas, dan kesejahteraan”.
Dimana hak untuk mendapat pelatihan kerja ini bertujuan untuk melindungi keselamatan pekerja anak. Melalui pelatihan kerja ini, anak diajarkan bagaimana mengoperasikan alat-alat rumah   tangga.      Hal ini perlu dilakukan karena kebanyakan anak yang bekerja sebagai pekerja rumah  tangga berasal dari daerah, yang mungkin tidak pernah berhadapan dengan barang-barang rumah tangga modern yang kebanyakan dipakai oleh rumah-rumah saat ini. Sehingga pelatihan kerja ini sangat penting dilakukan guna menjaga keselamatan kerja mereka

BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari penjelasan dan pemaparan dalam bab pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa HAM telah mengatur setiap perlindungan terhadap anak, Begitu halnya juga dengan hak anak, salah satu dari hak asasi anak adalah jaminan untuk mendapatkan perlindungan yang sesuai dengan nilai-nilai agama dan kemanusiaan. Jaminan perlindungan hak asasi tersebut sesuai dengan nilai- nilai pancasila dan tujuan negara sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945.
Dan di indonesia sendiri telah di atur, Seorang anak yang terpaksa bekerja untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarga, tentu saja tidak sembarangan bekerja. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi bagi seseorang atau pengusaha yang akan mempekerjakan seorang anak. Seperti yang terdapat dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pasal 69
dan
UU Nomor 23/2002 tentang perlindungan Anak, pasal 88 tegas di sebutkan " setiap orang yang mengekploitasi ekonomi atau seksual anak dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dipidana dengan pidana penjara selama 10 tahun dan atau dendang paling banyak Rp. 200 Juta ".
Dengan demikian banyaknya anak yang bekerja dikarnakan masih minim nya ekonomi dalam kehidupan. Dan sebaik nya Untuk para orang tua yang memiliki anak dibawah umur namun mereka tidak mampu menyekolahkan anak-anak mereka dikarenakan faktor ekonomi, sebaiknya mengkaji kembali keuntungan serta kerugian jika mereka mempekerjakan anak mereka pada tempat yang memiliki kondisi kerja yang tidak sesuai untuk anak dibawah umur.
Untuk masyarakat pada umumnya,solidaritas yang tinggi terhadap warga lain disekitar tempat tinggalnya, dimana masyarakat yang secara ekonomi lebih mampu daripada masyarakat yang lainnya, hendaknya mereka memberikan bantuan baik itu berupa modal usaha maupun dengan menjadi orang tua asuh bagi anak-anak dari keluarga yang kurang mampu agar mereka dapat bersekolah
B.Saran
            Semoga hasil penulisan dari makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan bagi penulis khususnya, karena pada dasarnya kita semua adalah seorang yang masih membutuhkan banyak ilmu dan pengetahuan untuk mengetahui segala hal yang ada di dalam kehidupan kita, dalam makalah inipun menjelaskan beberapa pendapat pakar terhadap hukum Ekpolitasi Anak Bekerja di Bawah Umur yang nantinya akan menjadikan referensi tersendiri bagi para pembaca dalam memaknai Ekpolitasi Anak Bekerja di Bawah Umur tersebut.
Kemudian pandangan hukum HAM terhadap Ekpolitasi Anak Bekerja di Bawah Umur yang terdapat di Negara Indonesia pun mengiringi pemaparan makalah ini, dengan tujuan untuk membuka wawasan para penbaca tentang pandangan HAM terhadap Ekpolitasi Anak Bekerja di Bawah Umur tersebut.


DAFTAR PUSTAKA
Di kutip dari beberapa sumber... tagpekerja anak
UU PA Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak
Abu Huraerah. (2006).Kekerasan Terhadap Anak. Jakarta :Penerbit Nuansa



 BUAT YANG PENGEN MENDOWNLOAN NYA SILAKAN KE SINI
DOWNLOAD DISINI KLIK





.