Kamis, 12 April 2012

MAKALAH AGRARIA ( Landreform makalah)


BAB I
PENDAHULUAN
Program reformasi pertanahan ini pada mulanya dilatar belakangi oleh konsentrasi hak atas tanah pada tuan tanah, raja, bangsawan dan gereja di Yunani kuno, Romawi dan Cina. Lambat laun keadaan ini menimbulkan keresahan bagi para petani yang tak mempunyai tanah yang berakibat merugikan kehidupan ekonomi negara. Setelah Perang Dunia I, pada saat telah banyak negara memperoleh kemerdekaanya, di sebagaian besar negara-negara itu, golongan-golong-an yang telah disebutkan di atas masih memiliki dan menguasai tanah tanpa kendali. Keadaan inilah yang menyebabkan sehingga di seluruh Eropa diadakan reformasi pertanahan dengan pengertian membagi-bagi kembali tanah yang disita atau dibeli dari tuan tanah, raja, bangsawan, dan gereja kepada para petani yang tak mempunyai tanah yang kehidupannya dikuasai oleh golongan-golongan tersebut. Tujuan reformasi pertanahan pada waktu itu adalah bersifat politik sosial.
Setelah program ini dilaksanakan maka dapat dikatakan bahwa tujuannya berhasil dicapai, dengan pengertian bahwa keresahan sosial mereda, namun tidak berlangsung lama. Para petani pemilik baru ini meminjam kembali uang dari bekas pemilik tanah. Para pemilik baru kembali tercekik dengan utang, sehingga tanahnya akhirnya dikuasai kembali oleh para tuan tanah. Keadaan ini terjadi oleh karena tidak diimbangi dengan fasilitas yang memungkinkan para petani pemilik baru dapat mengolah tanahnya dengan sebaik-baiknya untuk membawa hasil yang sebesar-besarnya. Keadaan ini dimanfaatkan oleh golongan komunis dengan mendukung tuntutan petani, untuk mendapatkan tanah. Terjadilah penggulingan kekuasaan dengan bersenja-takan reformasi pertanahan di Aljazair dan Meksiko. Untuk menangkal pengaruh golongan komunis yang begitu besar yang memanfaatkan reformasi pertanahan sebagai senjata, maka Amerika juga tampil dengan suatu konsepsi baru tentang reformasi pertanahan. Amerika menganjurkan untuk menggunakan reformasi pertanahan, tidak hanya pembagian tanah, tetapi juga usaha memperbaiki kehidupan petani dengan fasilitas kredit, koperasi, pendidikan, latihan dan sebagainya. Inilah yang dimaksud dengan reformasi agraria, atau reformasi pertanahan dalam arti yang luas. Istilah reformasi agraria ini kemudian digunakan bersama atau berganti-ganti dalam arti konsepsi baru Amerika (Soetiknjo 1988:13.11).
Pelaksanaan reformasi agraria dilakukan, baik di negara-negara kapitalistis, maupun di negara komunistis. Di negara kapitalistis sifat pelaksanaannya ialah mengatur hubungan peker-ja dengan penggarap tanpa mengubah kedudukan tuan tanah. Di negara komunistis ia ditujukan pada persamaan pendapatan dan penghasilan dengan menghilangkan hak milik perseorangan atas tanah dengan kata lain tuan tanah dihilangkan. Dibandingkan dengan di Indonesia, maka hak milik perorangan dan hak-hak lainnya tetap diakui, hanya saja pemilikan dan penguasaan tanah dibatasi untuk mencegah pemerasan di bidang penguasaan dan pengusahaan tanah (Blitanagy 1984:71).
PERMASALAHAN.
1.      Apa yang menjadi  Landasan Landreform di Indonesia ?
2.      Apa yang menjadi tujuan Landreform di Indonesia ?











BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian
Landreform terdiri atas dua suku kata yaitu land dan reform.Land berarti tanah,sedangkan reform berarti perbaikan atau pembaharuan.
Budi Harsono menyatakan bahwa landreform meliputi perombakan mengenai pemilikan dan penguasan tanah serta hubungan-hubungan yang bersangkutan dengan penguasaan tanah. Ini berarti bahwa nampaknya selama belum dilaksanakannya landreform keadaan pemilikan dan penguasaan tanah di Indonesia dipandang perlu dirubah strukturnya.
Sejak beberapa tahun terakhir ini kata reformasi, kembali populer disuarakan oleh anggota masyarakat. Di kalangan ilmuan hukum agraria, kata reformasi sebagai terjemahan kata Inggeris reform bukanlah merupakan istilah yang baru. Istilah ini bahkan telah dikenal beberapa puluh tahun yang silam dengan menggandengkannya dengan masalah pertanahan dan/atau agraria, sehingga timbullah istilah landreform yang selanjutnya penulis sebutkan dengan reformasi pertanahan dan agrarian reform, yang untuk selanjutnya penulis sebutkan dengan reformasi agraria.
Tujuan Landreform Indonesia.
Di Indonesia pelaksanaan landreform berlandaskan kepada Pancasila dan UUD 1945 yang terwujud di dalam satu rangkaian kegiatan di bidang pertanahan.[1] Kemudian dikatakan bahwa Landreform bertujuan untuk memperkuat dan memperluas pemilikan tanah untuk seluruh rakyat Indonesia, terutama kaum tani.
Secara umum tujuan landreform adalah untuk mewujudkan penguasaan dan pemilikan tanah secara adil dan merata guna meningkatkan kesejahteraan rakyat khususnya petani.
Departemen penerangan R.I. dalam Pertanahan di Era Pembangunan Nasional (1982 : 43) menegaskan bahwa di lihat dari berbagi aspek, pelaksanaan landreform di Indonesia meliputi :
Tujuan social ekonomi :
a.       Memperbaiki keadaan social ekonomi rakyat dengan memperkuat hak milik serta memberi fungsi social politik,
b.      Memperbaiki produksi nasional khususnya sector pertanian guna mempertinggi penghasilan dan taraf hidip rakyat,
Tujuan social poitik :
a.       Mengakhiri system tuan tanah dan menghapuskan pemilikan yang luas.
b.      Mengadakan pembagian yang adil atas sumber-sumber penghidupan rakyat tani berupa tanah dengan maksud agar ada pembagian hasil yang adil pula.
Tujuan mental psikologis :
a.       Meningkatkan kegairahan bekerja bagi para petani penggarap dengan jalan memberikan kepastian hak mengenai kepemilikan tanah.
b.      Memperbaiki hubungan kerja antara kepemilikan tanah dengan penggarapnya.
Di samping itu ada beberapa hal lagi yang menjadi tujuan Landreform itu, secara terperinci tujuan Landreform di Indonesia adalah :
1.      Untuk mengadakan pembagian yang adil atas sumber penghidupan rakyat tani yang berupa tanah, dengan maksud agar ada pembagian hasil yang adil pula, dengan mengubah struktur pertanahan secara revolusioner, guna merealisasi keadilan social.
2.      Untuk menjalankan prinsip tanah untuk tani, agar tidak terjadi lagi tanah sebagai alat pemerasan.
3.      Untuk memperkuat dan memperluas hak milik atas tanah bagi setiap warga Negara Indonesia, baik laki-laki maupun perempuan, yang berfungsi social.
4.      Untuk mengakhiri system tuan tanah dan menghapuskan dan penguasaan tanah secara besar-besaran denagn tak terbatas, dengan menyelenggarakan batas maksimum dan batas minimum untuk tiap keluarga. Sebagai seorang kepala keluarga baik laki-laki maupun wanita. Dengan demikian mengikis pula system liberalisme dan kapitalisme atas tanah dan memberikan perlindungan terhadap golongan ekonomi rendah.
5.      Untuk mempertinggi produksi nasional dan terselenggaranya pertanian yang intensif secara gotong royong dalam bentuk koperasi dan bentuk gotong royong lainnya, untuk mencapai kesejahteraan yang yang merata dan adil di sertai dengan system perkreditan yang khusus ditujukan kepada golongan lemah.[2]

Landasan landreform di Indonesia.
Landasan Ideal landreform di Indonesia adalah Pancasila karena pancasila merupakan ideology, cara pandang bangsa dan rakyat Indonesia.
Landasan Konstitusional uang merupakan hokum dasar bangsa Indonesia dalam menajamin dan member hak-hak rakyatnya dalam hal ini mengenai agrarian yaitu yang terdapat dalam Pasal 33 ayat UUD 1945.
Landasan Operasional pelaksaan Landreform di Indonesia
1. Pasal 7 yang mengatakan : Untuk tidak merugikan kepentingan umum, maka pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan ;
2. Pasal 10 (1) Setiap orang dan badan hukum yang mempunyai hak atas tanah pertanian pada asasnya diwajibkan mengerjakan atau mengusahakannya sendiri secara aktif dengan mencegah cara-cara pemerasan; (2) Pelaksanaan daripada ketentuan dalam ayat (1) Pasal ini akan diatur lebih lanjut dengan peraturan perundangan ;
3. Pasal 17 (1) Dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 7 maka untuk mencapai tujuan dalam Pasal 2 (3) diatur luas maksimum dan/atau minimum tanah yang boleh dipunyai dengan sesuatu hak tersebut dalam Pasal 16 oleh satu keluarga atau badan hukum ; (2) Penetapan batas maksimum termaksud dalam ayat 1 pasal ini dilakukan dengan peraturan perundangan di dalam waktu yang singkat ; (3) tanah-tanah yang merupakan kelebihan dari batas maksimum termaksud dalam ayat (2) pasal ini diambil oleh pemerintah dengan ganti rugi,untuk selanjutnya dibagikan kepada rakyat yang membutuhkan menurut ketentuan-ketentuan dalam peraturan pemerintah. (4) tercapainya batas maksimum termaksud dalam ayat (1) ini yang akan ditetapkan dengan peraturan perundang-an,dilaksanakan secara berangsur-angsur.
Penetapan ceiling tanah pertanahan.
Untuk merealisir amanat pasal 17 ayat (2) UUPA maka lahirlah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) No.56 Tahun 1960 tanggal 26 Desember 1960. Bwedasarkan ketentuan pasal 22 UUD 1945 dan melalui Undang-Undang NO. 56 Prp Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian.
Pasal 8 Undang-Undang N0. 56 Prp Tahub 1960 :
“ pemerintah mnenggadakan usaha-usaha agar supaya setiap petani sekeluarga memiliki tanah pertanian minimal 2 hektar”.
Penjelasan umum (4) Undang-Undang No.56 Prp tahun 1960.
“……memandang perlu pula diadakannya penetapan luas minimum dengan tujuan supaya tiap keluarga petani mempunyai tanah yang cukup luasnya untuk mencapai taraf penghidupan yang layak. Berhubung dengan berbagai factor yang belum memungkinkan berbagai factor yang belum memungkinkan di capainya batas minimum itu sekaligus dalam waktu singkat, maka penetapannya aka ndi laksanakan berangsur-angsur… artinya akan di selenggarakan bertahap.
Penulis berpendapat bahwa sudah saatnya batas minimum tanah pertanian itu di tnjau kembali agar di tetapkan lebih rendah di bawah 2 hektar karena jimlah petani semakin besar, teknologi pertanian yang di tetapkan semakin modern yang mengakibatkan peningkatan produksi yang berlipat-lipat sementara luas tanah di Indonesia tetap.
Ceiling tanah tidak sama untuk semua daerah atau semua tempat hal ini di karenakan ceiling tanah bersipat pariatif, maka dari itu ceiling tanah ceiling tanah di tiap-tiap Daerah Tingkat II (Kabupaten/Kota) di Indonesia variatif (beraneka ragam).
Pasal 7 UUPA menetapkan untuk tidak merugikan kepentimgan umum, maka pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak di perkenannkan. Pasal ini di maksudkan untuk mencegah bertumpuknya tanah di golongan orang tertentu saja.
Oleh karena itu setiap orang atau keluarga hanya di perbolehkan menguasai tanah pertanian, baik miliknya sendiri, kepunyaan orang lain ataupun miliknya sendiri bersama kepunyaan orang lain, yang jumlahnya tidak melebihi batas maksimum.[3]
Pasal 1 ayat (2) dari daftar lampiran Undang-Undang No. 56 Prp Tahun 1960 menetapkan :


[1] Tampil Anshari Siregar Undang-Undang Pokok Agraria dalam Bagan hal 78
[2] Arie S. Hutagalung SH., MLI Asas-asas Hukum Agraria hal 58
[3] Ibid hal 59

Kepadatan penduduk (org/km)
Golongan daerah (Kab/Kodya)
Ceiling (Ha)
Sawah atau tanah kering
0     sampai 50
Tidak padat
15                          20
51  sampai 25
Kurang padat
10                          12
251 sampai 400
Cukup padat
7,5                          9
400 keatas
Sangat padat
5                             6


Jika masyarakat mempunyai tanah surplus(kelebihan dari batas tanah maksimum atau ceiling tanah pertanian) maka pemerintah akan mengambil tanah-tanah tersebut dengan membayar ganti rugi dan selanjutnya tanah tersebut akan di redistribusikan (di bagi-bagikan) kepada petani byang berhak di atur di dalam Peraturan Pemerintah No 224 tahun 1961 yang telah di ubah dan di tambah dengan Peraturan Pemerintah No.4 tahun 1977.


Azas Larangan Absentate.
Pokok pikiran dalam terdapat dalam Pasl 10UUPA asdalah larangan tanah pertanian secara absentee (guntai) yaitu seseorang tidak berada (absent) di atas lahanya untuk dapat mengolahnya sendiri secara aktif, di sebabkan berbagai hal anatara lain karena jarak tertentu, beda kecamatan dan lain sebagainya. Setiap Negara merumuskan patokan dasar penrtapan larangan pemilikan tanah pertanian secara absentee tersebut.
Khusus di Indonesia pengertian larangan pemilikan tanah absentee tersebut adalah di larang seseorang memiliki tanah pertanian di luar kecamatan tempat tinggal, tetapi ada beberapa pengecualian.
Dalam Pasal 10 ayat (1) UUPA menyatakan bahwa setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak atas tanah pertanian pada asasnya diwajibkan mengerjakan atau mengusahakannya sendiri secara aktif,dengan mencegah cara-cara pemerasan. Dengan pengertian “mempunyai sesuatu hak atas tanah” bukan hanya terbatas pada hak milik tetapi termasuk di dalamnya hak-hak lainnya yang ada dalam kekuasaan seseorang tersebut,wajib mengerjakannya sendiri secara aktif dengan pengertian turut serta secara langsung dalam proses proses produksi.
Sebagai langkah awal dari kewajiban mengerjakan secara aktif tersebut, maka ditentukan penghapusan tanah pertanian absentee yaitu pemilikan tanah yang letaknya diluar kecamatan tempat tinggal yang empunya,sebagaimana diatur dalam Pasal 3 PP no.224 tahun 1960 dan Pasal 1 PP no.41 tahun 1964.[1]
Jadi baik itu tanah surplus ataupun tanah absentee di berikan kepada pemerintah yang selanjutnya akan di redistribusikan kepada para petani masyarakat yang berhak, hal ini di karenakan untuk meningkatkan taraf hidup para petani yang selama ini hanya megerjakan tanah milik orang lain. Selain untuk meningkatkan taraf hidup petani program ini juga meningkatkan produktifitas hasil pertanian itu guna kepentingan nasional.

UUPA Pro Golongan Ekonomi Lemah.
UUPA sangat berpihak terhadap kepentinagan ekonomi lemah. Berbagai ketentuan dan upaya yang di amanatkan di dalamnya secara tegas di tujukan untuk mengangkat taraf hidup rakyat golongan ekonomi lemah tersebut. Demikian juga tentang kewajiban-kewajiban ndari setiap subyek hak atas tanah.
Pasal 11 ayat 2 UUPA menyebutkan “ perbedaan dalam keadaan masyarakat dan keperluan hokum golongan rakyat dimana perlu dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional di perhatikan dengan menjamin perlindungan terhadap kepentingan golongan ekonomi lemah.[2]










BAB III
A.    KESIMPULAN
Landasan Landreform di indonesia adalah:
Pasal 7 yang mengatakan : Untuk tidak merugikan kepentingan umum, maka pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan ;
2. Pasal 10 (1) Setiap orang dan badan hukum yang mempunyai hak atas tanah pertanian pada asasnya diwajibkan mengerjakan atau mengusahakannya sendiri secara aktif dengan mencegah cara-cara pemerasan; (2) Pelaksanaan daripada ketentuan dalam ayat (1) Pasal ini akan diatur lebih lanjut dengan peraturan perundangan ;
3. Pasal 17 (1) Dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 7 maka untuk mencapai tujuan dalam Pasal 2 (3) diatur luas maksimum dan/atau minimum tanah yang boleh dipunyai dengan sesuatu hak tersebut dalam Pasal 16 oleh satu keluarga atau badan hukum ; (2) Penetapan batas maksimum termaksud dalam ayat 1 pasal ini dilakukan dengan peraturan perundangan di dalam waktu yang singkat ; (3) tanah-tanah yang merupakan kelebihan dari batas maksimum termaksud dalam ayat (2) pasal ini diambil oleh pemerintah dengan ganti rugi,untuk selanjutnya dibagikan kepada rakyat yang membutuhkan menurut ketentuan-ketentuan dalam peraturan pemerintah. (4) tercapainya batas maksimum termaksud dalam ayat (1) ini yang akan ditetapkan dengan peraturan perundang-an,dilaksanakan secara berangsur-angsur.
Blitanagy (1984:71) mengemukakan bahwa pelaksanaan reformasi pertanahan di Indonesia bertujuan sebagai berikut:
1. Tujuan Sosial Ekonomis
2. Tujuan Sosial Politik
3. Tujuan Sosial Psikologis
DAFTAR PUSTAKA
Anshari T.Siregar Undang-Undang Pokok Agraria dalam Bagan, Kelompok studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum USU, Medan 2001
Hutagalung S.Arie Asas-Asas Hukum Agrarian, Jakarta 1994
            Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dengan Tambahan Undang-Undang Pokok Agraria.
pankga.blogspot.com

[2] KUH Perdata dengan Tambahan Undang-Undang Pokok Agraria.