Minggu, 13 Mei 2012

PENGERTIAN PENGADILAN TIPIKOR (MAKALAH PENGADILAN TIPIKOR)


BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Masyarakat yang semakin berkembang ternyata menghendaki Negara memiliki struktur organisasi yang lebih responsif terhadap tuntutan mereka.Terwujudnya efektivitas dan efisiensi baik dalam pelaksanaan pelayanan publicmaupun dalam  Pencapaian tujuan penyelengggaraan pemerintahan juga menjadiharapan masyarakat yang ditumpukankepada negara. Perkembangan tersebut memberikan pengaruh terhadap struktur organisasi negara, termasuk bentuk sertafungsi lembaga-lembaga negara. Sebagai jawaban atas tuntutan
Perkembangan tersebut, berdirilah lembaga-lembaga negara baru yang dapat berupa dewan(council ), komisi (commission),komite (committee), badan (board ) ,atau otorita(authority).
 Dalam konteks Indonesia, kecenderungan munculnya lembaga-lembaganegara baru terjadi sebagai konsekuensi dilakukannya perubahan terhadap UUD Negara RI Tahun 1945. Lembaga-lembaga baru itu biasa dikenal dengan istilah state auxiliary organsatau state auxiliary institutions
yang dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai lembaga negara bantu dan merupakan lembaga Negara yang bersifat sebagai penunjang Salah satu lembaga negara yang dibentuk pada era reformasi di Indonesia adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
. Lembaga ini dibentuk Sebagai  salah satu bagian agenda pemberantasan korupsi yang merupakan salah satu agenda terpenting dalam pembenahan tata pemerintahan di Indonesia. pembentukan komisi ini merupakan amanat dari ketentuan Pasal 43 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.Melalui Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Pemberantasan  Tindak Pidana Korupsi, komisi ini pun sah didirikan dan memiliki legitimasi untuk menjalankan tugasnya. KPK dibentuk sebagai respons atas tidak efektifnyakepolisian dan kejaksaan dalam memberantas korupsi yang semakin merajalela.Adanya KPK diharapkan diharapkan dapat mendorong penyelenggaraan tatakelola pemerintahan yang baik ( good governance).Namun demikian, dalam perjalanannya keberadaan dan kedudukan KPK dalam struktur negara Indonesia  mulai dipertanyakan oleh berbagai pihak.
 Tugas,wewenang, dan kewajiban yang dilegitimasi oleh Undang-undang Nomor 30Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi memang membuat komisi ini terkesan superbody. Sebagai organ kenegaraan yang namanya tidak tercantum dalam UUD Negara RI tahun 1945 ,
B.Rumusan Masalah
Adapun yang akan di bahas dari latar belakang di atas Adalah
1.      Bagaimana Padangan Hukum Terhadap tindak pidana korupsi ?
2.      Bagaimana Proses Peradilan Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-undang Yang Berlaku Di Indonesia?




BAB 2
Tinjauan Pustaka
Membicarakan Pengadilan TIPIKOR pasti nya tidak lepas dari Korupsi Korupsi yang terjadi di Indonesia saat ini sudah berada dalam fase yang sangat kronis dan menggerogoti hampir setiap sendi kehidupan.Perkembangan korupsi dari tahun ke tahun semakin meningkat baik darisegi kuantitas yang dapat dilihat dari banyaknya kasus yang terkuak dandari jumlah kerugian negara yang ditaksir mencapai angka yang sangatfantastik. Begitu juga dari segi kualitas semakin sistematis, canggih, sulit terdeteksi serta lingkupnya yang sangat luas hingga menjangkau seluruh aspek masyarakat
Angin perubahan mulai terhembus ketika pemerintah mengibarkan bendera perang melawan korupsi dan menabuh genderang perang melawan korupsi. Pemerintah mulai berkomitmen untuk menegakkan pemerintahan yang baik dan bersih. Pemerintah Indonesia telahmeletakkan landasan kebijakan yang kuat dalam usaha memerangi tindak  pidana korupsi. Berbagai kebijakan tersebut tertuang dalam berbagai peraturan perundang-undangan, antara lain dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN, UU No. 28 tahun 1999 tentangPenyelenggaraan Negara yang Bersih dari KKN, serta UU No. 31 tahun1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagai mana telahdiubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. [1]
Komisi Pemberantasan Korupsi Langkah pemberantasan korupsi sudah sejak lama dilakukan oleh pemerintah negara ini. Bahkan, sejarah mencatat bahwa Indonesia adalah negara pertama di asia yang mencanangkan suatu peraturan khusus mengenai pemberantasan
Putusan MK menyatakan bahwa Pasal 53 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 bertentangan dengan UUD RI 1945 dan tetap memiliki kekuatan hukum mengikat sampai diadakan perubahan palinglambat tiga tahun setelah sejak putusan ini diucapkan. Dalam prinsipkepastian hukum, dinyatakan tidak boleh ada dualisme hukum. Sementaradalam konteks sidang perkara korupsi yang berlaku pada saat ini, perkara korupsi dapat disidangkan di dua pengadilan yang berbeda yaitu Pengadilan Umum dan Pengadilan Tipikor. Untuk meniadakan dualism yang selama ini terjadi dalam sidang perkara-perkara korupsi, maka seharusnya hanya ada satu pengadilan. Dan jika Pengadilan Tipikor masih dikehendaki eksistensinya, maka harus disertai dengan UU yang khusus mengaturnya.
Pada tanggal 19 Desember 2006 Mahkamah Konstitusi melalui putusan nomor 012-016-019/PUU-IV/2006 telah membatalkan ketentuan pasal 53 Undang-Undang No.30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yang mengatur keberadaan pengadilan khusus tindak pidana korupsi. Putusan itu merupakan putusan perkara pengujian undang-undang (constitusional review). Mahkamah Konstitusi dalam
putusan menilai bahwa ketentuan pasal 53 Undang-Undang No.30 tahun 2002[2] bertentangan dengan UUD 1945, karena telah terjadi dualisme penegakan hukum dalam sistem peradilan tindak pidana korupsi. Dualisme yang telah menimbulkan ketidak pastian hukum dan merugikan hak-hak konstitusional para pemohon. Adanya keputusan tersebut berimplikasi dengan keharusan dari pihak Komisi Pemberantasan Korupsi untuk segera merevisi undang-undang tipikor agar tidak bertentangan dengan UUD 1945. Waktu yang telah diberikan oleh Mahkamah Konstitusi adalah dalam waktu tiga tahun. Jika dalam waktu tiga tahun itu tidak dapat terpenuhi maka semua perkara dan kasus yang berkaitan dengan korupsi akan diserahkan pada peradilan umum. Undang-undang pengadilan tipikor ini merupakan salah satu terobosan untuk mereformasi dan merekonstruksi sistem hukum yang ada di Indonesia. Hukum yang progresif merupakan jalan dan arahan untuk terus memberikan perubahan hukum walaupun paradigma yang substansial adalah pembalikan dari ajaran legisme tapi dalam aplikasinya tetap dibutuhkan aturan demi proses berjalannya sistem hukum di Indonesia.
Rupanya batas waktu tiga tahun yang ditetapkan MK berhasil dipenuhi penyelenggara Negara, yang ditandatangani oleh Pengesahan Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, di Jakarta pada 29 Oktober 2009
Dalam Undang-undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan umum. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi merupakan satu-satunya pengadilan yang berwenang memeriksa[3], mengadili, dan memutus perkara tindak pidana korupsi.Pengadilan Tindak Pidana Korupsi berada di lingkungan Peradilan Umum. Untuk pertama kali Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dibentuk  pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang wilayah hukumnya meliputiseluruh wilayah negara Republik Indonesia.Secara sistematik keberadaan Pengadilan Tipikor sebagai Pengadilan khusus menimbulkan problem hukum tersendiri, karena Pengadilan Tipikor berbeda dengan pengadilan khusus lain. Kompetensi Pengadilan Tipikor ditentukan berdasarkan lembaga yang menuntut yaitu KPK. Jelas di sini artinya bahwa Kompetensi Pengadilan Tipikor tidak ditentukan berdasarkan jenis perkara tetapi ditentukan berdasarkan pada lembaga yang menuntut yaitu KPK.















BAB 2
PEMBAHASAN
PENGERTIAN KORUPSI
A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi.
Dalam ensiklopedia Indonesia  istilah “korupsi” berasal dari bahasa Latin: (corruption = penyuapan; corruptore = merusak) gejala dimana para pejabat, badan-badan negara menyalahgunakan wewenang dengan terjadinya penyuapan, pemalsuan serta ketidak beresan lainnya. Adapun arti harfia dari korupsi dapat berupa :
v  Kejahatan kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan, dan ketidakjujuran.
v  Perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan sogok dan sebagainya.
v  Korup (busuk; suka menerima uang suap, uang sogok; memakai
v  kekuasaan untuk kepentingan sendiri dan sebagainya.
v  Korupsi (perbuatan busuk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya);
v  e. Koruptor (orang yang korupsi).
Korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus/politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-unsur sebagai berikut:
Ø  penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana;
Ø  perbuatan melawan hukum;
Ø  memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi;
Ø   merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;
Ø   Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, diantaranya: memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan); penggelapan dalam jabatan;  pemerasan dalam jabatan;
Ø  ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara);
Ø  menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah/pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, di mana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kriminalitas/kejahatan.
Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain.
Korupsi mencakup penyalah gunaan oleh pejabat pemerintah seperti penggelapan dan nepotisme, juga penyalahgunaan yang menghubungkan sektor swasta dan pemerintahan seperti penyogokan, pemerasan, campuran tangan, dan penipuan.
Korupsi memerlukan dua pihak yang korup: pemberi sogokan (penyogok) dan penerima sogokan. Di beberapa negara, budaya penyogokan mencakup semua aspek hidup sehari-hari, meniadakan kemungkinan untuk berniaga tanpa terlibat penyogokan. Di arena politik, sangatlah sulit untuk membuktikan korupsi, namun lebih sulit lagi untuk membuktikan ketidakadaannya. Maka dari itu, sering banyak ada gosip menyangkut politisi.
Politisi terjebak di posisi lemah karena keperluan mereka untuk meminta sumbangan keuangan untuk kampanye mereka. Sering mereka terlihat untuk bertindak hanya demi keuntungan mereka yang telah menyumbangkan uang, yang akhirnya menyebabkan munculnya tuduhan korupsi politis.
Korupsi di Indonesia berkembang secara sistemik. Bagi banyak orang korupsi bukan lagi merupakan suatu pelanggaran hukum, melainkan sekedar suatu kebiasaan. Dalam seluruh penelitian perbandingan korupsi antar negara, Indonesia selalu menempati posisi paling rendah.
Perkembangan korupsi di Indonesia juga mendorong pemberantasan korupsi di Indonesia. Namun hingga kini pemberantasan korupsi di Indonesia belum menunjukkan titik terang melihat peringkat Indonesia dalam perbandingan korupsi antar negara yang tetap rendah. Hal ini juga ditunjukkan dari banyaknya kasus-kasus korupsi di Indonesia.
Berdasarkan undang-undang bahwa korupsi diartikan[4]:
a)      Barang siapa dengan melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan yang secara langsung merugikan keuangan Negara dan atau perekonomian Negara dan atau perekonomian Negara atau diketahui patut disangka olehnya bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan Negara (Pasal 2);
b)      Barang siapa dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu badan menyalah gunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan secara langsung dapat merugikan Negara atau perekonomian Negara (Pasal 3).
c)      Barang siapa melakukan kejahatan yang tercantum dalam pasal 209, 210, 387, 388, 415, 416, 417, 418, 419, 420, 425, 435 KUHP.

Proses Peradilan Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-undang Yang Berlaku Di Indonesia
A.    Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi adalah pengadilan yang khusus menangani perkara korupsi. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus tindak pidana korupsi yang penuntutannya diajukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Pengadilan yang biasa disebut dengan Pengadilan Tipikor ini berlokasi di Lantai 1 dan 2 Gedung UPPINDO Jalan Rasuna Said Kav C-19, Kuningan, Jakarta Selatan.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi berada di lingkungan Peradilan Umum. Untuk pertama kali Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dibentuk pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang wilayah hukumnya meliputi seluruh wilayah negara Republik Indonesia.
Pengadilan ini dibentuk berdasarkan pasal 53 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 (Dasar hokum) tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi terdapat pada pengadilan negeri, pengadilan tinggi, dan pada Mahkamah Agung. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi berkedudukan di setiap ibu kota kabupaten/kota yang daerah hukumnya meliputi daerah hukum pengadilan negeri yang bersangkutan.
·         Ruang Lingkup
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi merupakan satu-satunya pengadilan yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana korupsi yang diajukan oleh penuntut umum atau yang diajukan oleh penuntut pada KPK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana korupsi atau tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh warga negara Indonesia di luar wilayah Negara Republik Indonesia.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi juga berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana korupsi dan tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh warga negara asing di luar wilayah Negara Republik Indonesia sepanjang menyangkut kepentingan negara Indonesia.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi berwenang memberikan izin untuk melakukan pembekuan, penyitaan, penyadapan, dan/ atau penggeledahan.
·         Susunan Pengadilan
Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi terdiri atas hakim karir dan hakim ad hoc. Untuk dapat diusulkan sebagai hakim ad hoc pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, calon harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1) HAKIM KARIER
Untuk dapat diangkat sebagai Hakim Tindak Pidana Korupsi seorang Hakim Karier harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a.       berpengalaman menjadi Hakim sekurang-kurangnya selama 10 (sepuluh) tahun; di bidang hukum untuk hakim
b.      berpengalaman menangani perkara pidana;
c.       jujur, adil, cakap, dan memiliki integritas moral yang tinggi serta reputasi yang baik selama menjalankan tugas;
d.       tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin dan/atau terlibat dalam perkara pidana;
e.       memiliki sertifikasi khusus sebagai Hakim tindak pidana korupsi yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung; dan
f.       telah melaporkan harta kekayaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Calon hakim yang telah lulus seleksi wajib mengikuti diklat yang diselenggarakan oleh Mahkamah Agung untuk mendapatkan sertifikasi sebagai hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Untuk dapat diusulkan sebagai hakim ad hoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
·         warga negara Republik Indonesia;
·         bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
·         sehat jasmani dan rohani;
·         berpendidikan sarjana hukum atau sarjana lain yang mempunyai keahlian dan berpengalaman sekurang-kurangnya 15 (lima belas) tahun di bidang hukum;
·         berumur sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun pada proses pemilihan;
·         tidak pernah melakukan perbuatan tercela;
·         cakap, jujur, memiliki integritas moral yang tinggi, dan memiliki reputasi yang baik;
·         tidak menjadi pengurus salah satu partai politik; dan
·         melepaskan jabatan struktural dan atau jabatan lainnya selama menjadi hakim ad hoc.
Sebelum memangku jabatan, hakim ad hoc wajib mengucapkan sumpah/janji menurut agamanya di hadapan Presiden Republik Indonesia.
Ketentuan penunjukan hakim adhoc sesuai dengan pasal 13 undang –undang no.46 tahun 2009 :
a) Untuk memilih dan mengusulkan calon Hakim ad hoc pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dan pengadilan tinggi, Ketua Mahkamah Agung membentuk panitia seleksi yang terdiri dari unsur Mahkamah Agung dan masyarakat yang dalam menjalankan tugasnya bersifat mandiri dan transparan.
b) Ketentuan mengenai tata cara pemilihan untuk diusulkan sebagai Hakim ad hoc sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) diatur dengan Peraturan Mahkamah Agung.
Dalam memangku sebuah jabatan hakim ad hoc, seorang hakim akan dilantik terlebuh dahulu dan harus membacakan sumpah yang telah diatur dalam undang – undang nomor 46 tahun 2009, dalam pasal 14 dikatakan bahwa[5] :
Sebelum memangku jabatan, Hakim ad hoc diambil sumpah atau janji menurut agamanya oleh:
·         Ketua Mahkamah Agung untuk Hakim ad hoc pada Mahkamah Agung;
·         Ketua pengadilan tinggi untuk Hakim ad hoc pada pengadilan tinggi;
·         Ketua pengadilan negeri untuk Hakim ad hoc pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Pemeriksaan Pendahuluan
Pada hari sidang yang telah ditetapkan sebelum mulai memeriksa pokok perkara, ketua majelis hakim mengadakan pemeriksaan pendahuluan mengenai kelengkapan dan kejelasan materi surat dakwaan.
Jaksa Agung mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada Peradilan Umum dan Peradilan Militer.


·         Penyidikan, Alat Bukti, dan Pembuktian
Untuk kepentingan penyidikan, tersangka wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta bendanya dan harta benda istri atau suami, anak, dan harta benda setiap orang atau korporasi yang diketahui dan atau yang diduga mempunyai hubungan dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan tersangka.
Alat bukti yang sah dalam perkara tindak pidana korupsi adalah yang ditetapkan berdasarkan Hukum Acara Pidana yang berlaku, dan alat bukti lain yang meliputi:
Informasi yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu; dan Dokumen, yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apa pun selain kertas, maupun yang terekam secara elektronik, yang berupa tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka, atau porforasi (tanda pengesahan) yang memiliki makna.
Setelah penyidikan dinyatakan cukup, penyidik membuat berita acara dan disampaikan kepada Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk segera ditindaklanjuti.

·         Putusan
Perkara tindak pidana korupsi diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dalam waktu 90 (sembilan puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal perkara dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
Dalam hal putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dimohonkan banding ke Pengadilan Tinggi, perkara tersebut diperiksa dan diputus dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal berkas perkara diterima oleh Pengadilan Tinggi.
Dalam hal putusan Pengadilan Tinggi Tindak Pidana Korupsi dimohonkan kasasi kepada Mahkamah Agung, perkara tersebut diperiksa dan diputus dalam jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal berkas perkara diterima oleh Mahkamah Agung.
·         Rehabilitasi dan Kompensasi
Dalam hal seseorang dirugikan sebagai akibat penyelidikan, penyidikan, atau penuntutan, yang dilakukan oleh penuntut umum atau oleh penuntut pada KPK secara bertentangan dengan undang-undang ini atau dengan hukum yang berlaku, orang tersebut berhak mengajukan permohonan rehabilitasi dan/atau kompensasi.
·         Pembiayaan
Biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas Komisi Pemberantasan Korupsi dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.





BAB 4
Kesimpulan
Korupsi menurut pandangan hokum adalah perilaku pejabat publik, baik politikus/politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.
Menurut Hukum pemberantasan korupsi yang merupakan salah satu agenda terpenting dalam pembenahan tata pemerintahan di Indonesia.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi adalah pengadilan yang khusus menangani perkara korupsi. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus tindak pidana korupsi yang penuntutannya diajukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Pengadilan yang biasa disebut dengan Pengadilan Tipikor ini berlokasi di Lantai 1 dan 2 Gedung UPPINDO Jalan Rasuna Said Kav C-19, Kuningan, Jakarta Selatan.
Pengadilan ini dibentuk berdasarkan pasal 53 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 (Dasar hokum) tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi juga berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana korupsi dan tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh warga negara asing di luar wilayah Negara Republik Indonesia sepanjang menyangkut kepentingan negara Indonesia.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi berwenang memberikan izin untuk melakukan pembekuan, penyitaan, penyadapan, dan/ atau penggeledahan

Saran
Dalam Hal ini semoga dapat membatu pengetahuan dan menambah ilmu pengetahuan kita dalam Tindak Pidana Korupsi , dan yang terpenting adalah Dalam hal ini Tindak Pidana Korupsi Merupakan Kejahatan atau Perbuatan yang harus di hapus kan dimana agar terjadi Tata Pemerintah yang baik, ,Dengan adanya Pengadilan Tipikor ini sangat berarti dalam menyangkut kepentingan negara Indonesia bebas dari  Tindak Pidana Korupsi











Daftar Pustaka
UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pembrantasan Tindak Pidana Korupsi
UU No. 7 Ttahun 2006 Tentang Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa Anti Korupsi
Undang-undang Nomor 46 Tahun 2009
UU No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pembrantasan Tindak Pidana Korupsi
UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Tindak Pidana Korupsi UU No. 31 Tahun 1999
Kumpulan Undang-undang Pembrantasan Tindak Pidana Korupsi



[1] R. Wiyono, Pembahasan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Ctk.Pertama, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hlm.280.

[2] pasal 53 Undang-Undang No.30 tahun 2002
[3] Undang-undang Nomor 46 Tahun 2009
[4] Kumpulan Undang-undang Pembrantasan Tindak Pidana Korupsi
[5] undang – undang nomor 46 tahun 2009


BUAT PARA SOBAT YANG INGIN MENDOWNLOAD NYA dalam bentuk Doc  KLIK INI