FUNGSI SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH
Sertifikat hak atas tanah adalah tanda bukti hak atas tanah,
yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah
menurut ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran
tanah.
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana
yang dimaksud sertifikat hak atas tanah itu dan fungsi sertifikat hak atas
tanah yang diambil dari buku-buku dan internet.
Hokum agararia adalah
seperangkat hokum yabg mengatur hak penguasaan atas sumber daya alam (natural
resources) yang meliputi bumi, air dan jekayaan alam yang terkandung di
dalamnya, bahkan dalam batas-batas yang di tentukan oleh ruang angkasa. (Arie
S. Hutagalung, Asas-asas Hukum Agraria hal 1)
Berdasarkan
Undang-Undang nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria,
pada pasal 19 dinyatakan bahwa untuk menciptakan kepastian hukum Pertanahan,
Pemerintah menyelenggarakan pendaftaran tanah. Atas tanah yang telah
didaftarkan selanjutnya diberikan tanda bukti hak atas tanah, yang merupakan
alat bukti yang kuat mengenai kepemilikan tanah. (Lihat Undang-Undang
nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, Pasal 19)
Berdasarkan
Undang-undang nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria
yang selanjutnya disingkat dengan UUPA -, pada Pasal 19 dinyatakan bahwa untuk
menciptakan kepastian hokum Pertanahan, Pemerintah menyelenggarakan pendaftaran
tanah. Terhadap tanah yang telah didaftarkan selanjutnya diberikan tanda bukti
hak atas tanah, yang merupakan alat bukti yang kuat mengenai kepemilikan tanah
(sertipikathak atas tanah).
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tanah
sebagai salah satu sumber daya alam merupakan salah karunia Tuhan Yang Maha
esa. Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang paling mendasar sebagai
sumber penghidupan dan mata pencaharian, bahkan tanah dan manusia tidak dapat
dipisahkan dari semenjak manusia lahir hingga manusia meninggal dunia. Manusia
hidup dan berkembang biak serta melakukan aktivitas di atas tanah, sehingga
setiap manusia berhubungan dengan tanah.
Pentingnya
tanah bagi manusia, menyebabkan tanah mempunyai nilai, terutama bagi mereka
yang menjadikan tanah sebagai mata pencaharian melalui usaha pertanian dan
perkebunan. Begitu urgennya tanah dalam hubungannya dengan kehidupan manusia,
maka oleh Ter Haar (Sri Susyanti, 2010:1) dijelaskan bahwa tanah merupakan
temppat tinggal, tanah memberikan kehidupan dan penghidupan, tanah dimana
manusia dimakamkan dan hubungannya bersifat magis-religius.
Dalam
hukum positif Indonesia, hukum tanah nasional berpedoman pada Undang Undang
Pokok Agraria. Undang-Undang Pokok Agraria yang disingkat dengan UUPA,
merupakan peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah pertanahan di
Indonesia, adapun tujuan dari UUPA itu sendiri sebagaimana yang dicantumkan
dalam Penjelasan Umumnya adalah :
1. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan
hukum agraria nasional, yang akan merupakan alat untuk membawakan kemakmuran,
kebahagiaan dan keadilan bagi negara dan rakyat tani, dalam rangka masyarakat
yang adil dan makmur;
2. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan
kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan;
3. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan
kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.
Berdasarkan
tujuan pokok UUPA tersebut di atas diatur macam-macam hak atas tanah yang dapat
diberikan dan dipunyai oleh setiap orang, baik sendiri-sendiri maupun
bersama-sama dengan orang lain ataupun badan hukum. Menurut Pasal 16 UUPA,
hak-hak atas tanah yang dapat dipunyai dan diberikan kepada setiap orang dan
atau badan hukum adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak
pakai, dan lain-lain sebagainya.
Yang
dimaksud dengan hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang
dapat dipunyai orang atas tanah (Pasal 20 UUPA), sedangkan hak guna usaha
adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam
jangka waktu tertentu (paling lama enampuluh tahun), guna perusahaan pertanian (perkebunan),
perikanan atau peternakan (Pasal 28), dan hak guna bangunan adalah hak untuk
mendirikan dan mempunyai bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri,
dengan jangka waktu paling lama 30 tahun (Pasal 35).
Kalau
diperhatikan, maka hak milik atas tanah memberikan kewenangan untuk
menggunakannya bagi segala macam keperluan dengan jangka waktu yang tidak
terbatas, sepanjang tidak ada larangan khusus untuk itu, sedangkan hak guna
usaha hanya untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara untuk
keperluan pertanian (perkebunan), perikanan atau peternakan.
Demikian
pula dengan hak guna bangunan hanya untuk mendirikan dan mempunyai bangunan
atas tanah milik orang lain atau tanah yang dikuasai langsung oleh negara.
Menurut
Boedi Harsono bahwa walaupun semua hak atas tanah memberikan kewenangan untuk
menggunakan tanah yang dihaki, tetapi sifat-sifat khusus haknya, tujuan
penggunaan tanahnya dan batas waktu penggunaannya merupakan pembeda antara hak
yang satu dengan hak yang lain. Hak milik misalnya, sebagai hak yang terkuat
dan terpenuh diantara hak-hak atas tanah yang lain, boleh digunakan untuk
segala keperluan yang terbuka bila dibandingkan dengan hak-hak atas tanah yang
lain, tanpa batas waktu tertentu. Lain halnya dengan hak guna bangunan, hanya
terbuka penggunaan tanahnya untuk keperluan membangun dan memiliki bangunan,
dengan jangka waktu yang terbatas
Dari
semua jenis hak atas tanah yang dapat dipunyai oleh orang atas tanah, maka hak
milik merupakan hak yang penggunaannya tidak ditentukan, tetapi tidak boleh
bertentangan dengan ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Terhadap
hak-hak atas tanah tersebut di atas, undang-undang mewajibkan kepada pemegang
hak untuk mendaftarkannya. Menurut Pasal 19 UUPA, untuk menjamin kepastian hukum,
oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik
Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah.
Pendaftaran tersebut meliputi pengukuran, perpetaan, dan pembukuan tanah;
pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan haknya, serta pemberian surat
tanda bukti hak (sertifikat) yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
Berbagai
permasalahan timbul mengenai implementasi dari UUPA tersebut. Hak-hak tanah
pada khususnya hak milik seringkali terjadi perselisihan karena adanya kasus
sertifikat ganda yang kerap kali terjadi di kalangan masyarakat.
A.
Permasalahan
1. Bagaimana yang dimaksud dengan
sertifikat hak atas tanah?
2.
Bagaimana kepastian hukum bagi para
pihak yang memegang tanda bukti kepemilikan hak atas tanah (sertipikat) ?
B.
Pembahasan
Pengertian sertifikat
dan dasar hukumnya.
Sertipikat tanah adalah
dokumen formal yang memuat data yuridis dan data pisik yang dipergunakan
sebagai tanda bukti dan alat pembuktian bagi seseorang atau badan hukum (privat
atau publik) atas suatu bidang tanah yang dikuasai atau dimiliki dengan suatu
hak atas tanah tertentu.(Lihat Boedi Djatmiko, Sertipikat
dan Kekuatan Pembuktiannya.)
Sebutan
"sertipikat" atau certificate (ing), certificaat /
certifikaat (bld), adalah merupakan tanda pernyataan atau keterangan yang
dikeluarkan atau diterbitkan oleh pejabat dan atau lembaga /institusi tertentu
dengan tujuan tertentu.
Menurut kamus bahasa
Indonesia disebutkan bahwa sertipikat merupakan surat keterangan (pernyataan)
tertulis atau tercetak dari orang yang berwenang yang dapat digunakan sebagai
bukti pemilikan atau kejadian, sehingga makna kata sertipikat tanah seperti
halnya sertipikatsertipikat yang lain, adalah surat bukti kepemilikan tanah.
Sertipikat – sertipikat tersebut tidak akan mempunyai arti apa-apa apabila
diterbitkan oleh pihak atau lembaga yang tidak mempunyai kewenangan yang
diberikan Negara atau hukum untuk itu. Dengan kata lain bahwa sertipikat akan
mempunyai kekuatan yuridis apabila memang diterbitkan oleh lembaga yang
memperoleh kewenangan untuk itu.
Dapat pula dikatakan
bahwa sertipikat merupakan suatu dokumen formal yang dijadikan tanda dan
instrument yuridis adanya hak kepemilikan atas suatu barang atau benda (thing).
Dalam konsep hokum barang atau benda ini dibedakan benda bergerak (personal
property) dan benda yang tidak bergerak (real property).
Berdasarkan pengertian
pada Pasal 1 angka 20 PP No. 24/1997.
“Sertipikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c Undang-Undang Pokok Agraria untuk hak atas
tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak
tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang
bersangkutan. (Lihat PP No.24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah)
Pasal 19 ayat (2) huruf
c pada UUPA menentukan bahwa pemberian surat tanda bukti hak yang berlaku
sebagai alat pembuktian yang kuat, mengenai data fisik dan data yuridis yang
termuat didalamnya, sepanjang data fisik dan yuridis tersebut sesuai dengan
data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan, dikatakan
demikian karena selama tidak ada bukti lain yang membuktikan ketidakbenaranya,
maka keterangan yang ada dalam sertipikat harus dianggap benar dengan
tidakperlu bukti tambahan, sedangkan alat bukti lain tersebut hanya dianggap
sebagai alat bukti permulaan dan harus dikuatkan oleh alat bukti yang lainnya.
Jadi sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang merupakan alat pembuktian
yang kuat mengenai macam hak, subyek hak maupun tanahnya.
Sertifikat Tanah atau Sertifikat Hak
Atas Tanah atau disebut juga Sertifikat Hak terdiri salinan Buku Tanah dan
Surat Ukur yang dijilid dalam 1 (satu) sampul. Sertifikat tanah memuat:
a. Data fisik: letak, batas-batas, luas,
keterangan fisik tanah dan beban yang ada di atas tanah;
b. Data yuridis: jenis hak (hak milik,
hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, hak pengelolaan) dan siapa pemegang hak.
Istilah “sertifikat” dalam hal dimaksud
sebagai surat tanda bukti hak atas tanah dapat kita temukan di
dalam Pasal 13 ayat (3) dan (4) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 Tahun 1961,
bahwa:
Ayat (3) :
“Salinan Buku Tanah dan Surat Ukur setelah dijahit secara
bersama-sama dengan suatu kertas sampul yang bentuknya ditetapkan oleh Menteri
Agraria, disebut Sertifikat dan diberikan kepada yang
berhak”.
Ayat (4) :
“Sertifikat tersebut pada ayat (3) pasal ini adalah surat
tanda bukti hak yang dimaksud dalam Pasal 19 Undang-Undang Pokok Agraria”.
Sertifikat hak atas tanah adalah tanda bukti hak atas tanah,
yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah
menurut ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran
tanah. dalam proses sertifikasi tanah untuk pertama kali maka melalui pasal 32
Peraturan pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 menjelaskan bahwa :
Kepastian ukum bagi para
pihak yang memegang tanda bukti kepemilikan hak atas tanah (sertipikat).
Kontruksi hukum
sertipikat hak atas tanah dan kekuatan pembuktiannya dapat dicermati dalam
beberapa ketentuan perundangan. Didalam UU (Undang-Undang) No. 5 tahun 1960,
tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria atau disebut juga Undang-Undang
Pokok Agraria ( UUPA) di dalam Pasal 19 ayat 1 dan 2, disebutkan:
1. Untuk menjamin
kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah
Republik Indonesia menurut ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah;
2. Pendaftaran tersebut
dalam ayat 1 Pasal ini meliputi:
1. Pengukuran, perpetaan
dan pembukuan tanah
2. Pendaftaran hak-hak
atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut:
3. Pemberian surat-surat
tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat;
Berdasarkan Pasal
tersebut memberikan gambaran bahwa prinsip Negara akan memberikan jaminan hukum
dan kepastian hak terhadap hak atas atas yang sudah terdaftar. Bahwa jaminan
bukti adanya tanah yang sudah terdaftar dengan memberikan " surat tanda
bukti hak" yang berlaku sebagai alat pembuktian yang "kuat".
Sebagai catatan bahwa ketentuan tersebut belum menyebutkan kata "sertipikat"
sebagai surat tanda bukti hak. Berdasarkan ketentuan Pasal 19 tersebut maka
selanjutnya dikeluarkan PP (Peraturan Pemerintah ) No. 10 tahun 1961, tentang
pendaftaran tanah yang selanjutnya PP ini diganti dengan PP No. 24 tahun 1997,
tentang pendaftaran tanah. Didalam Pasal 13 ayat 3 dan 4 PP No. 10 tahun 1961,
disebutkan:
1. salinan buku tanah
dan surat ukur setelah dijahit menjadi satu bersamasama dengan kertas sampul
yang bentuknya ditetapkan oleh Menteri Agraria, disebut sertipikat dan
diberikan kepada yang berhak;
2. sertipikat tersebut
pada ayat (3) Pasal ini adalah surat tanda bukti hak yang dimaksud dalam Pasal
19 Undang-Undang Pokok Agraria. Sebutan sertipikat sebagai surat tanda bukti
hak baru tersebut dalam ketentuan PP tersebut. Selanjutnya didalam Pasal 1 angka
20 PP No. 24 Tahun 1997, tentang pendaftaran tanah, bahwa "sertipikat
adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 2, huruf
c, Undang- Undang Pokok Agraria untuk Hak Atas Tanah, Hak Pengelolaan, tanah
wakaf.
Hak milik atas satuan
rumah susun, dan Hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku
tanah yang bersangkutan". Apabila merujuk pada Pasal 1 angka 5 PP No. 24
tahun 1997, tentang pendaftaran tanah disebutkan: " hak atas tanah
adalah hak sebagaimanadimaksud dalam Pasal 16 Undang-Undang No. 5 tahun 1960,
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, selanjutnya disebut
UUPA".
Selanjutnya pada Pasal
16 UUPA, yaitu macam-macam hak atas tanah yakni: hak milik, hak guna usaha, hak
guna bangunan dan hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil
hutan dan hak-hak lain yang ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak lain
yang sifatnya sementara yang disbutkan dalam Pasal 53. Dengan demikian dapat
disimpulkan kita mengenaldua macam sertipikat yakni:
1. Sertipikat hak atas
tanah;
2. Sertipikat yang ada
hubungan dengan hak atas tanah, yakni sertipikat HPL, tanah wakaf, hak
tanggungan dan hak milik atas satuan rumah susun. Berdasarkan hasil penelitian
dilapangan, warga Meruya Selatan telah mengikuti semua prosedur yang telah
ditentukan dalam pengajuan permohonan sertipikat hak atas tanah mereka (tanah
yang disengketakan).
Jaminan negara ini
diberikan kepada pemilik atau pemegang sertipikat dapat diberikan karena
tanahnya sudah terdaftar dalam sistem database administrasi pertanahan negara.
Dalam administrasi pertanahan dapat diketahui siapa yang menjadi pemegang
haknya (pemilik bidang tanah), subyek pemegang hak atas tanahnya, obyek haknya,
letak, batas dan luasnya serta perbuatan-perbuatan hukum yang dikaitkan dengan
tanahnya dan beban-beban yang ada di atas obyeknya, memberikan nilai tambah
ekonomi.
Adanya sertipikat hak
atas tanah pemiliknya akan terlindungi dari tindakan sewenang-wenang dari pihak
lain, serta mencegah sengketa kepemilikan tanah. Dengan kata lain bahwa dengan
terdaftarnya hak kepemilikan atas tanah seseorang warga masyarakat maupun badan
hokum oleh negara dan dengan diterbitkan tanda bukti kepemilikan berupa
sertipikat hak atas tanah, negara akan memberikan jaminan keamanan terhadap
pemilikan tanah serta agar dapat dimanfaatkan secara optimal.
C.
Kesimpulan
Berdasarkan pengertian
pada Pasal 1 angka 20 PP No. 24/1997. “Sertipikat adalah surat tanda bukti hak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c Undang-Undang Pokok
Agraria untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas
satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam
buku tanah yang bersangkutan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
fungsi sertifikat hak atas tanah menurut UUPA merupakan alat bukti yang kuat
bagi pemiliknya, artinya bahwa selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya data
fisik dan data yuridis yang tercantum di dalamnya harus diterima sebagai data
yang benar. Sudah barang tentu data fisik maupun data yuridis yang tercantum
dalam buku sertifikat harus sesuai dengan data yang tercantum dalam buku
tanah dan surat ukur yang bersangkutan karena data itu diambil dari buku tanah
dan surat ukur tersebut. Dengan demikian sertifikat sebagai akte otentik,
mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna bagi pemiliknya, dimana hakim harus
terikat dengan data yang disebutkan dalam sertifikat itu selama tidak dapat
dibuktikan sebaliknya oleh pihak lain.
UNTUK MENGCOPY SAYA SUDAH SIAP KAN LINK DOWNLOAD NYA KLIK DI SINI