Perlindungan terhadap Konsumen BPSK
A.Latar
Belakang
Berawal
dari keprihatinan akan banyaknya kasus yang merugikan kepentingan konsumen
serta didukung oleh ketidakberdayaan konsumen dalam menuntut hak-haknya, maka
beberapa pihak yang menaruh kepedulian akan hal tersebut kemudian berupaya
dengan berbagai cara untuk dapat mewujudkan suatu peraturan yang mengatur dan
terutama dapat melindungi konsumen dari berbagai hal yang dapat menimbulkan
kerugian bagi mereka. Pihak-pihak tersebut adalah kalangan pemerintah,
lembaga-lembaga swadaya masyarakat, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, dan
berbagai perguruan tinggi di Indonesia.
Di
lain pihak, kondisi dan fenomena tersebut dapat mengakibatkan kedudukan pelaku
usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang. Konsumen dapat menjadi obyek
aktivitas bisnis dari pelaku usaha melalui iklan, promosi, cara penjualan,
serta penerapan perjanjian-perjanjian standar yang merugikan konsumen. Hal ini
disebabkan karena kurangnya pendidikan konsumen, dan rendahnya kesadaran akan
hak-hak dan kewajibannya. Untuk dapat menjamin suatu penyelenggaraan
Perlindungan Konsumen, maka pemerintah menuangkan Perlindungan Konsumen dalam
suatu produk hukum, karena hanya hukum yang memiliki kekuatan untuk memaksa
pelaku usaha untuk menaatinya, disertai dengan sanksi yang tegas bagi
pelanggarnya.
Penyelesaian
perselisihan terhadap sengketa yang dihadapi masyarakat termasuk dalam hal
sengketa konsumen, dapat diselesaikan melalui jalur litigasi (melalui
pengadilan) dan jalur nonlitigasi (tidak melalui pengadilan). Penyelesaian,
melalui lembaga litigasi dianggap kurang efisien baik waktu, biaya, maupun
tenaga, sehingga penyelesaian melalui lembaga non litigasi banyak dipilih oleh
masyarakat dalam menyelesaikan sengketa dimaksud. Meskipun demikian pengadilan
juga tetap akan menjadi muara terakhir bila di tingkat non litigasi tidak
menemui kesepakatan.
Bagi
pihak yang kurang puas dan tidak sepakat dengan hasil penyelesaian BPSK dapat
mengajukan keberatan kepada pengadilan negeri paling lambat 14 hari setelah
menerima pemberitahuan putusan, bila lewat dari waktu itu tidak mengajukan
upaya hukum, maka dianggap teah menerima putusan BPSK tersebut. Dan bila
putusan yang dikeluarkan oleh pengadilan negeri dianggap belum adil, maka para
pihak dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung sebagai lembaga peradilan
tertinggi. Tentang eksekusi, putusan yang telah dikeluarkan BPSK, untuk
eksekusi harus dimohonkan oleh konsumen ke pengadilan negeri (fiat eksekusi),
permohonan eksekusi ke pengadilan negeri ditempuh karena Pengadilan negeri
memiliki sarana untuk eksekusi dengan adanya jurusita yang memang salah satu
dari tugasnya adalah eksekusi
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, dapat diambil dua pokok
masalah, yaitu:
1. Bagaimana
Pengertian dasar hokum , yang ada dalam BPSK sebagai sengketa antara pelaku
usaha dan konsumen?
2. Bagaimana
Kewenangan BPSK dalam menyelesaikan
Sengketa Konsumen dan Cara Penyelesaian nya ?
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
v Pengertian
BPSK
Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan
sengketa antara pelaku usaha dan konsumen. Lembaga yang bertugas menyelesaikan
sengketa Konsumen di luar pengadilan yang selanjutnya disebut dengan BPSK,
merupakan badan publik yang menjalankan kekuasaan kehakiman yang ekslusif di
bidang perlindungan konsumen dengan alternatif penyelesaian sengketa (APS)
sebagai dasar proses penyelesaiannya. Badan ini dibentuk atas dasar
Undang-undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen disingkat sebagai BPSK adalah salah satu lembaga
peradilan konsumen berkedudukan pada tiap Daerah Tingkat II kabupaten dan kota
di seluruh Indonesia sebagaimana diatur menurut Undang-undang No.8 tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen bertugas utama menyelesaikan persengketaan
konsumen di luar lembaga pengadilan umum, BPSK beranggotakan unsur perwakilan
aparatur pemerintah, konsumen dan pelaku usaha atau produsen yang diangkat atau
diberhentikan oleh Menteri, dalam menangani dan mengatur permasalahan konsumen,
BPSK memiliki kewenangan untuk melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan dan
keterangan dari para pihak yang bersengketa, melihat atau meminta tanda bayar,
tagihan atau kuitansi, hasil test lab atau bukti-bukti lain, keputusan Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) bersifat mengikat dan penyelesaian akhir
bagi para pihak[1]
Tugas
dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)
Tugas
BPSK melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara
melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi; memberikan konsultasi
perlindungan konsumen; melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku;
melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam
Undang-undang No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen; menerima pengaduan
baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang terjadinya
pelanggaran terhadap perlindungan konsumen; melakukan penelitian dan
pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen; memanggil pelaku usaha yang diduga
telah melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen; memanggil dan
menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang yang dianggap mengetahui
pelanggaran terhadap Undang-undang No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen; meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi
ahli, atau setiap orang atau pihak yang tidak bersedia memenuhi panggilan badan
penyelesaian sengketa konsumen; mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat,
dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan / atau pemeriksaan;
memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak konsumen;
memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap
perlindungan konsumen; menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha
yang melanggar ketentuan Undang-undang ini.
Kewenangan
untuk menangani dan menyelesaikan sengketa konsumen, Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen membentuk majelis harus ganjil dan sedikit-dikitnya berjumlah
anggota majelis tiga orang terdiri dari seorang ketua merangkap anggota,
seorang wakil ketua merangkap anggota, dan seorang anggota, majelis ini terdiri
mewakili semua unsur yaitu unsur pemerintah, unsur konsumen, dan unsur pelaku
usaha serta dibantu oleh seorang panitera dan putusan majelis bersifat final
dan mengikat
v Dasar
Hukum
Keberadaan
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) diatur dalam UU No. 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen bab XI pasal 49 sampai dengan pasal 58. Pada
pasal 49 ayat (1) disebutkan bahwa Pemerintah membentuk badan penyelesaian
sengketa konsumen di Daerah Tingkat II untuk penyelesaian sengketa konsumen di
luar pengadilan. Badan ini merupakan peradilan kecil (small claim court) yang
melakukan persidangan dengan menghasilkan keputusan secara cepat, sederhana dan
dengan biaya murah sesuai dengan asas peradilan. Disebut cepat karena harus
memberikan keputusan dalam waktu maksimal 21 hari kerja ( lihat pasal 55 UU.
No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ), dan tanpa ada penawaran
banding yang dapat memperlama proses pelaksanaan keputusan (lihat pasal 56 dan
58 UU. No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen) sederhana karena proses
penyelesaiannya dapat dilakukan sendiri oleh para pihak yang bersengketa, dan
murah karena biaya yang dikeluarkan untuk menjalani proses persidangan sangat
ringan. Keanggotaan BPSK terdiri atas unsur pemerintah, unsur konsumen, dan
unsur pelaku usaha, yang masing-masing unsur diwakili oleh 3-5 orang, yang
diangkat dan diberhentikan oleh Menteri (Pasal 49 ayat (3) dan ayat (5)).
v Batas
waktu pengaduan
Tidak
semua kasus bisa diselesaikan, terutama untuk kasus yang dilaporkan lewat dari
empat tahun sejak tanggal transaksi. Semisal konsumen yang membeli perhiasan
emas, belakangan diketahui tidak seluruh perhiasan itu terbuat dari emas. Pada
bagian dalam perhiasan itu terbuat dari logam biasa, namun konsumen membayar
seluruh berat perhiasan itu dalam hitungan harga emas. Pengaduan konsumen itu
telah lewat dari empat tahun sejak dia membeli perhiasan tersebut. Maka dia
tidak dapat mengadukannya ke BPSK.
Selanjutnya
sebagai percontohan maka dibentuklah BPSK di 10 kota besar melalui Keputusan
Presiden No. 90 Tahun 2001 tentang Pembentukan BPSK Pada Pemerintahan Kota
Medan, Kota Palembang, Kota Jakarta Pusat, Kota Jakarta Barat, Kota Bandung,
Kota Semarang, Kota Yogyakarta, Kota Surabaya, Kota Malang dan Kota Makassar
(Pasal 1 Keputusan Presiden No. 90 Tahun 2001). Dalam Kepres tersebut juga
disebutkan bahwa biaya pelaksanaan tugas dan operasional BPSK dibebankan kepada
APBN dan APBD(Pasal 1 Keputusan Presiden No. 90 Tahun 2001).
Dengan
adanya UU PK dan didukung oleh keberadaan BPSK harusnya konsumen makin sadar
akan hak-haknya. UU PK telah mengatur parameter yang terlarang dilakukan oleh
pelaku usaha antara lain :
1.
Barang tidak sesuai standar
2.
Info yang mengelabui konsumen
3.
Cara menjual yang merugikan
4.
Klausula Baku dari sebuah perjanjian
v Prosedur
Prosedurnya
cukup sederhana. Konsumen yang bersengketa dengan pelaku usaha bisa langsung
datang ke BPSK Provinsi di mana mereka berada dengan membawa permohonan
penyelesaian sengketa, mengisi form pengaduan dan juga berkas-berkas/dokumen
yang mendukung pengaduannya.
Pihak-pihak
yang berperkara di BPSK tidak dikenai biaya perkara alias gratis. Sementara
biaya operasional BPSK ditanggung APBD. Selain bebas biaya, prosedur pengaduan
konsumen pun cukup mudah, yaitu hanya membawa barang bukti atau bukti
pembelian/pembayaran, dan kartu identitas (KTP). Formulir pengaduan disediakan
di sekretariat BPSK. Pihak BPSK lalu akan melakukan pemanggilan pada
pihak-pihak yang bersengketa guna dipertemukan dalam Prasidang.
Dari
Prasidang itu bisa ditentukan langkah selanjutnya apakah konsumen dan pelaku
usaha masih bisa didamaikan atau harus menempuh langkah-langkah penyelesaian
yang telah ditetapkan antara lain:
1.
Konsiliasi: usaha perdamaian antara dua pihak. Metode konsiliasi ditempuh jika
pihak konsumen dan pengusaha bersedia melakukan musyawarah untuk mencari titik
temu dengan disaksikan majelis hakim BPSK. Dalam hal ini, majelis hakim BPSK
bersikap pasif.
2.
Mediasi: negosiasi yang dimediasi oleh BPSK. Kedua belah pihak melakukan
musyawarah dengan keikutsertaan aktif majelis hakim BPSK, termasuk memberikan
penetapan.
3.
Arbitrase: kedua belah pihak menyerahkan sepenuhnya kepada arbiter. Konsumen
akan memilih salah satu arbiter konsumen yang terdiri dari tiga orang, demikian
pula pengusaha akan memilih satu arbiter pengusaha dari tiga arbiter yang ada.
Sedangkan ketua majelis hakim BPSK adalah seorang dari tiga wakil pemerintah
dalam BPSK.
BAB III
PEMBAHASAAN
1.
Dasar
Hukum dalam BPSK
BPSK
adalah salah satu lembaga peradilan konsumen berkedudukan pada tiap Daerah
Tingkat II kabupaten dan kota di seluruh Indonesia sebagaimana diatur menurut
Undang-undang No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen bertugas utama
menyelesaikan persengketaan konsumen di luar lembaga pengadilan umum, BPSK
beranggotakan unsur perwakilan aparatur pemerintah, konsumen dan pelaku usaha
atau produsen yang diangkat atau diberhentikan oleh Menteri, dalam menangani
dan mengatur permasalahan konsumen, BPSK memiliki kewenangan untuk melakukan
pemeriksaan atas kebenaran laporan dan keterangan dari para pihak yang
bersengketa, melihat atau meminta tanda bayar, tagihan atau kuitansi, hasil
test lab atau bukti-bukti lain, keputusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
(BPSK) bersifat mengikat dan penyelesaian akhir bagi para pihak
Keberadaan
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) diatur dalam UU No. 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen bab XI pasal 49 sampai dengan pasal 58. Pada
pasal 49 ayat (1) disebutkan bahwa Pemerintah membentuk badan penyelesaian
sengketa konsumen di Daerah Tingkat II untuk penyelesaian sengketa konsumen di
luar pengadilan. Badan ini merupakan peradilan kecil (small claim court) yang
melakukan persidangan dengan menghasilkan keputusan secara cepat, sederhana dan
dengan biaya murah sesuai dengan asas peradilan. Disebut cepat karena harus
memberikan keputusan dalam waktu maksimal 21 hari kerja ( lihat pasal 55 UU.
No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ), dan tanpa ada penawaran
banding yang dapat memperlama proses pelaksanaan keputusan (lihat pasal 56 dan
58 UU. No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen) sederhana karena proses
penyelesaiannya dapat dilakukan sendiri oleh para pihak yang bersengketa, dan murah
karena biaya yang dikeluarkan untuk menjalani proses persidangan sangat ringan.
Keanggotaan BPSK terdiri atas unsur pemerintah, unsur konsumen, dan unsur
pelaku usaha, yang masing-masing unsur diwakili oleh 3-5 orang, yang diangkat
dan diberhentikan oleh Menteri (Pasal 49 ayat (3) dan ayat (5)).
2.
Dasar
Hukum Perlindungan terhadap Konsumen
Adanya
ketidak seimbangan kedudukan konsumen dan pelaku usaha baik ditinjau dari segi
ekonomi maupun teknis, sangat perlu dijembatani melalui berbagai upaya diantaranya
melalui gerakan perlindungan konsumen. Diciptakan berbagai perangkat
kelembagaan dan hukum serta upaya lainnya yang bertujuan agar konsumen dapat
mengkonsumsi suatu barang/jasa yang diinginkannya secara aman dan terlindungi,
sebagai dasar hukum perlindungan terhadap konsumen, sebagai berikut :
v 1.Undang-undang
Nomor 8 tentang Perlindungan Konsumen
v 2.Peraturan
Pemerintah No.57/2001 Tentang BPKN
v 3.Peraturan
Pemerintah No.58/2001 Tentang Pembinaan Pengawasan penyelenggaraan Perlindungan
Konsumen.
v 4.Peraturan
Pemeritah No. 59/2001 Tentang LPKSM
v 5.Keputusan
Presiden No. 90/Tahun 2001 Tentang Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).
v 6.Keputusan
Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.301MPP/Kep/10/2001
Tanggal 24 Oktober 2001 tentang Pengangkatan
Pemberhentian Anggota Sekretariat BPSK.
v 7.Keputusan
Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.302/MPP /10/2001 Tanggal 24 Oktober 2001 Tentang
Pendaftaran LPKSM
v 8.Keputusan
Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 350/MPP/Kep/12/2001 Tanggal 10
Desember 2001 Tentang Tugas dan Wewenang BPSK.
A.
Penyelesaiaan
sengketa dalam Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)
Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), merupakan badan yang dibentuk melalui
Keppres No. 90 Tahun 2001 di sepuluh kota di Indonesia. Yaitu suatu lembaga
yang berwenang untuk menyelesaikan sengketa konsumen diluar pengadilan.
Sebagaimana
dikemukakan dalam Pasal 47 UUPK, BPSK bertujuan menyelesaikan sengketa antara
konsumen dan pelaku usaha, sehingga tercapai kesepakatan diantara mereka
mengenai :
• Bentuk dan besarnya ganti rugi, dan
/atau.
• Tindakan tertentu untuk menjamin tidak
akan terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita
oleh konsumen. Jaminan dimaksud berupa pernyataan tertulis yang menerangkan
bahwa tidak akan terulang kembali perbuatan yang telah merugikan kosnsumen
tersebut.
Apabila
konsumen merasakan dirugikan atas kerusakan, pencemaran dan/atau kerugian
akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan
oleh pelaku usaha, maka berdasarkan ketentuan Pasal 19 UUPK, konsumen dapat
menuntut ganti rugi. Atas tuntutan ganti rugi yang dilakukan oleh konsumen, pelaku usaha dapat memenuhinya
dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transasksi. Sebaliknya
apabila pelaku usaha menolak dan /atau tidak memberi tanggapan dan/atau tidak
m,embayar gantio rugi seperti yang dituntut oleh konsumen, maka konsumen dapat
mengajukan penyelesaian sengketanya terhadap pelaku usaha melalui BPSK.
Tata
cara penyelesaian sengketa konsumen melalui BPSK, menurut Pasal 16 Keputusan
Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 350/MPP/Kep/12/2001, komnsumen yang
dirugikan atau akhli warisnya atau
kuasanya, mengajukan permohonan melalui Sekretariat BPSK yang berisi secara
benar dan lengkap, tentang:
1. Nama dan alamat lengkap konsumen, akhli
waris atau kuasanya disertai bukti diri.
2. Nama dan alamt lengkap pelaku usaha.
3. Barang dan /atau jasa yang diadukan.
4. Bukti perolehan (Bon, Faktur, Kuitansi
dan dokumen bukti lain).
5. Keterangan tempat, waktu dan tdiperoleh
barang dan/atau jasa.
6. Saksi yang mengetahui barang dan/atau
jasa tersebut diperoleh.
7. Foto-foto barang dan kegiatan pelaksanaan
jasa, bila ada.
Terhadap
permohonan penyelesaian sengketa konsumen ini, Sekretariat BPSK akan memberikan
bukti tanda terima permohonan
1. Cara penanganan penyelesaian sengketa
a.
Penyelesaian Sengketa dengan cara konsiliasi :
Dalam
penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan melalui cara konsiliasi[2],
Majelis berupaya untuk mendamaikan para pihak, yang bersengketa , dalam cara
konsiliasi ini Majelis hanya bertindak sebagai konsiliator (pasif), Hasil
penyelesaian sengketa konsumen tetap berada ditangan para pihak.
b.
Penyelesaian Sengketa dengan cara Mediasi :
Dalam
penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan melalui cara Mediasi pada
dasarnya sama dengan cara konsiliasi, hanya yang membedakan dari kedua cara
dimaksud, Majelis Aktif, dengan memberikan nasihat, petunjuk saran dan upaya
lain dalam penyelesaian sengketa, namun demikian hasil keputusan seluruhnya
diserahkan kepada para pihak.Penyelesaian sengketa dengan cara konsiliasi
maupun madiasi, sepenuhnya diserahkan kepada para pihak yang bersengketa, untuk
memperoleh kesepakatan dalam menentukan baik bentuk maupun jumlah ganti rugi
yang harus diterima oleh konsumen,
kesepakatan ini dituangkan dalam perjanjian tertulis dan ditandatangani oleh
kedua belah pihak yang bersengketa. Hal ini dimaksudkan sebagai bukti untuk
pembuatan Berita Acara oleh panitera
BPSK
c. Penyelesaian sengketa konsumen dengan cara
arbitrase
Dalam
penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan melalui cara arbitrase,
pelaksanaannya berbeda dengan cara
konsiliasi atau mediasi, melalui cara ini Majelis bertindak aktif untuk
mendamaikan para pihak yang bersengketa bilamana tidak tercapai kesepakatan.
Cara persuasif tetap dilakukan dengan memberi penjelasan kepada para pihak yang
bersengketa perihal peraturan perundang- undangan di bidang perlindungan
konsumen. Melalui cara ini Keputusan/Kesepakatan dalam penyelesaian sengketa sepenuhnya menjadi
kewenangan Majelis.
2. Jangka Waktu Penyelesaian Sengketa
penyelesaian
sengketa konsumen oleh BPSK, dilakukan dalam bentuk kesepakatan yang dibuat
dalam perjanjian tertulis yang ditandatangani Oleh para pihak yang bersengketa
dan dikuatkan dalam bentuk Keputusan BPSK.
Sengketa konsumen diselesaikan selambat-lambatnya dalam waktu 21 hari
kerja sejak permohonan diterima. Namun demikian, tidak tertutup kemungkinan
para pihak yang bersengketa mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri selambat lambatnya dalam waktu
14 hari kerja. terhitung sejak pemberitahuan putusan
Majelis diterima para pihak yang bersengketa.
3. Konsultasi Perlindungan Konsumen
BPSK
dalam melaksanakan tugas dan wewenang memberikan konsultasi perlindungan
konsumen antara lain mengenai pelaksanaan hak dan kewajiban baik bagi konsumen
dalam menuntut ganti rugi atas kerugian yang diderita konsumen maupun bagi
pelaku usaha yang berkaitan dengan perlindungan konsumen, upaya untuk
memperoleh pembelaan dalam penyelesaian sengketa konsumen, bentuk dan tata cara
penyelesaian sengketa konsumen, pelaksanaan perundang-undangan serta hal-hal
lain yang berhubungan dengan perlindungan konsumen
4. Pengawasan klausula baku
Pengawasan terhadap pencantuman klausula baku
dilakukan dengan atau tanpa pengaduaan dari konsumen. Dari hasil pengawasan
dimaksud apabila terbukti adanya pelanggaran terhadap larangan pencantuman
klausula baku di dalam UUPK, pelaku usaha diberi peringatan secara tertulis 3
(tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu untuk masing-masing peringatan
1 (satu) bulan. Bilamana pelaku usaha tidak mengindahkan peringatan dimaksud
maka BPSK dapat melaporkan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang ruang
lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang perlindungan konsumen.
5. Putusan dan Penetapan Ganti rugi
Putusan dan Penetapan ganti rugi atas
kerusakan, pencemaran dan / atau kerugian
konsumen akibat mengkonsumsi barang dan / atau memanfaatkan jasa. Dapat
berupa pengembalian barang dan / atau jasa yang sejenis atau setara nilainya
atau perawatan kesehatan dan / atau pemberian santunan.
6. Pemberitahuan Putusan
Memberitahukan putusan secara tertulis kepada
pelaku usaha disertai dengan bukti penerimaan atau bukti pengiriman,
selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja terhitung sejak putusan ditetapkan.
Pemberitahuan putusan dimaksud dianggap sudah diterima oleh pelaku usaha
terhitung sejak hari dan tanggal pelaku usaha menandatangani bukti penerimaan
surat pemberitahuan putusan.
7. Sanksi Administratif
Salah satu tugas pokok BPSK yang lebih penting
adalah mampu memberikan / menjatuhkan sanksi administrative berupa penetapan
ganti rugi setinggi-tingginya Rp. 200.000.000,- (duaratus juta rupiah) terhadap
pelaku usaha yang telah melanggar ketentuan Undang-undang No. 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen.
8. Sanksi Pidana
Penuntutan Pidana dapat dilakukan terhadap
pelaku usaha dan/atau pengurusnya
(1). Pelaku usaha yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat 2, Pasal
15, Pasal 17 ayat 1 huruf a,b,c dan
huruf e, ayat 2, dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2000.000.000,- (dua Miliar
rupiah).
(2).
Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat 1,
Pasal14, Pasal 16 dan Pasal 17 ayat1 huruf d dan f dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun atau
pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
(3).
Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat,cacat tetap
atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku
v Praktek
Penyelesaian Sengketa Konsumen di BPSK
Dalam prakteknya penyelesaian sengketa
konsumen di BPSK, dibagi dalam 2 bagian Sebagai berikut :
1.
Pra- sidang
• Ketua BPSK, melalui Panitera memanggil
Pelaku Usaha secara tertulis, setelah permohonan pengaduan konsumen dinyatakan
lengkap dan benar, dengan melampirkan 1 set turunan permohonan pengaduan yang
dibuat konsumen
(
didalamnya dicantumkan Hari, tanggal, waktu dan tempat)
• Para pihak yang bersengketa menghadap
ketua BPSK dan/atau Anggota yang ditugaskan. Untuk menjelaskan tentang
mekanisme cara penyelesaian sengketa kopnsumen melalui BPSK, setelah para piha
jelas dan mengerti selanjutnya Ketua BPSK menawarkan kepada para pihak untuk
memilih tata cara penyelesaian sengketa berdasarkan pilihan sukarela ( Pasal 45
ayat (2).
• Para pihak menandatangani kesepakatan. Apabila kesepakatan memilih Konsiliasi/Mediasi,
maka ketua BPSK mebentuk Majelis dan menetapkan waktu dan tempat persidangan.
Dan bilamana para pihak memilih Arbitrase, maka para pihak dipersilahkan
memilih arbitor yang telah disediakan BPSK, selanjutnya ketua BPSK menetapkan
majelis dan waktu dan tempat persidangan.
2.
Persidangan :
Pada
prinsipnya mekanisme persidangan, diatur sesuai Kepmen Indag No.350/MPP/Kep/ 12
/2001
v Peranan
BPSK
Keberadaan
BPSK dalam bilangan usia relatif muda, harus menanggung beban yang sangat
berat, ditambah lagi cakupan layanan yan tidak dibatasai oleh territorial.
Karena menurut ketentuan ( Keppres No. 90/2001) Konsumen dalam hal ini dapat
mengadu/ mengajukan permohonan pengaduan kepada BPSK yang terdekat., sepanjang
ditempat konsumen berada belum terbentuk/ ada
BPSK
BAB IV
Penutup
Kesimpulan
Keberadaan
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) diatur dalam UU No. 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen bab XI pasal 49 sampai dengan pasal 58. Pada
pasal 49 ayat (1) disebutkan bahwa Pemerintah membentuk badan penyelesaian
sengketa konsumen di Daerah Tingkat II untuk penyelesaian sengketa konsumen di
luar pengadilan. Badan ini merupakan peradilan kecil (small claim court) yang
melakukan persidangan dengan menghasilkan keputusan secara cepat, sederhana dan
dengan biaya murah sesuai dengan asas peradilan. Disebut cepat karena harus
memberikan keputusan dalam waktu maksimal 21 hari kerja ( lihat pasal 55 UU.
No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ), dan tanpa ada penawaran
banding yang dapat memperlama proses pelaksanaan keputusan (lihat pasal 56 dan
58 UU. No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen) sederhana karena proses
penyelesaiannya dapat dilakukan sendiri oleh para pihak yang bersengketa, dan
murah karena biaya yang dikeluarkan untuk menjalani proses persidangan sangat
ringan. Keanggotaan BPSK terdiri atas unsur pemerintah, unsur konsumen, dan
unsur pelaku usaha, yang masing-masing unsur diwakili oleh 3-5 orang, yang
diangkat dan diberhentikan oleh Menteri (Pasal 49 ayat (3) dan ayat (5)
BPSK,
adalah merupakan suatu Badan/Lembaga independent, badan publik yang mempunyai tugas dan wewenang antara lain melaksanakan
penanganan dan penyelesaianan sengketa konsumen secara Konsiliasi, Mediasi dan
Arbitrase, memberikan konsultasi perlindungan konsumen, melakukan pengawasan
terhadap pencantuman klausula baku, melaporkan kepada penyidik umum, menerima
pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, memanggil pelaku usaha yang
diduga telah melakukan pelanggaran, memanggil dan menghadirkan saksi serta
menjatuhkan sanksi administrative terhadap pelaku usaha yang melanggar. (UU No.
8/1999
Saran
Dengan adanya BPSK dalam
menyelesaikan sengketa menjadikan nya jalan keluar bagi kita dengan Prinsip
BPSK melakukan penyelesaian sengketa sangat membantu yang dimana memiliki
prinsip Mengutamakan Musyawarah,Cepat,Murah
dan Adil