Ketenagakerjaan, Jamsostek/ BPJS, Dana Pensiun, Pajak Penghasilan
dan Serikat Pekerja
Ketenagakerjaan di republik ini telah diatur dalam undang-undang. Selain itu, masih ada undang-undang lain yang terkait dengan dunia kerja seperti Pajak Panghasilan, Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), Serikat Pekerja, yang berlaku secara umum bagi setiap pekerja.
Berikut adalah undang-undang, peraturan pemerintah dan keputusan menteri yang berlaku secara umum pada lapangan pekerjaan apapun:
Undang-Undang yang Berkaitan dengan Ketenagakerjaan
Peraturan Pemerintah
- Peraturan Pemerintah No. 76 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun Pemberi Kerja
- Peraturan Pemerintah No. 77 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun Lembaga Keuangan
- Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Jaminan Sosial Tenaga Kerja
- Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2004 tentang Pengelolaan dan Investasi Dana Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja
- Peraturan Pemerintah No. 76 Tahun 2007 tentang Perubahan Ke-Lima PP No. 14 Tahun 1992
- Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2008 tentang Perubahan atas PP No. 8 Tahun 2005 tentang Lembaga Kerja Sama Tripartit
- Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 2009 tentang Tarif Pajak Penghasilan PPh 21
- Peraturan Pemerintah No. 84 Tahun 2010 tentang Perubahan Ke-7 atas PP No. 14 tahun 1992
- Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Peraturan dan Keputusan Menteri tentang Ketenagakerjaan
- Peraturan Menteri No. 2 Tahun 1993 tentang Usia Pensiun Normal dan Batas Usia Pensiun Bagi Peserta Dana Pensiun
- Keputusan Menteri Keuangan No. 227/KMK.017/1993 tentang Tata Cara Permohonan Pengesahan Pembentukan Dana Pensiun Pemberi Kerja, Penyesuaian Yayasan Dana Pensiun, dan Pengesahan Atas Perubahan Peraturan Dana Pensiun dari Dana Pensiun Pemberi Kerja, yang telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 344/KMK-017/1998
- Peraturan Menteri No. 4 Tahun 1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan
- Peraturan Menteri No. 1 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Pemeliharaan Kesehatan bagi Tenaga Kerja yang Lebih Baik dari Program Jamsostek
- Peraturan Menteri No. 1 Tahun 1999 tentang Upah Minimum
- Keputusan Menteri No. 232 Tahun 2003 tentang Akibat Hukum Mogok Kerja yang Tidak Sah
- Keputusan Menteri No. 233 Tahun 2003 tentang Jenis dan Sifat Pekerjaan yang Dijalankan Secara Terus Menerus
- Keputusan Menteri No. 234 Tahun 2003 tentang Waktu Kerja dan Istirahat pada Sektor Usaha Energi dan Sumber Daya Mineral pada Daerah Tertentu
- Keputusan Menteri No. 20 Tahun 2004 tentang Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing
- Keputusan Menteri No. 48 Tahun 2004 tentang Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja Bersama
- Keputusan Menteri No. 49 Tahun 2004 tentang Struktur dan Skala Upah
- Keputusan Menteri No. 51 Tahun 2004 tentang Istirahat Panjang pada Perusahaan Tertentu
- Keputusan Menteri No. 100 Tahun 2004 tentang Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
- Keputusan Menteri No. 102 Tahun 2004 tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur
- Keputusan Menteri No. 261 Tahun 2004 tentang Perusahaan Wajib Melaksanakan Pelatihan Kerja
- Peraturan Menteri No. 6 Tahun 2005 tentang Verifikasi Keanggotaan Serikat Pekerja/Serikat Buruh
- Peraturan Menteri No. 15 Tahun 2005 tentang Waktu Kerja dan Istirahat pada Sektor Pertambangan Umum pada Daerah Operasi Tertentu
- Peraturan Menteri No. 17 Tahun 2005 tentang Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak
- Peraturan Menteri No. 21 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Program Pemagangan
- Peraturan Menteri No. 8 Tahun 2006 tentang Perubahan Keputusan Menteri No. 48 Tahun 2004 tentang Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja Bersama
- Peraturan Menteri No. 14 Tahun 2006 tentang Pelaporan Ketenagakerjaan di Perusahaan
- Peraturan Menteri No. 24 Tahun 2006 tentang Program Jamsostek bagi Tenaga Kerja yang Melakukan Pekerjaan di Luar Hubungan Kerja
- Peraturan Menteri No. 12 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Pembayaran Iuran Jamsostek
- Peraturan Menteri No. 17 Tahun 2007 tentang Perizinan Lembaga Pelatihan Kerja
- Peraturan Menteri No. 20 Tahun 2007 tentang Asuransi Tenaga Kerja Indonesia
- Peraturan Menteri No. 15 Tahun 2008 tentang Pertolongan Pertama pada Kecelakaan di Tempat Kerja
- Peraturan Menteri No. 31 Tahun 2008 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Perundingan Bipartit
- Peraturan Menteri No. 32 Tahun 2008 tentang Susunan Keanggotaan Lembaga Kerja Sama Bipartit
- Peraturan Menteri Keuangan No. 199 Tahun 2008 tentang Investasi Dana Pesiun
- Peraturan Menteri No. 6 Tahun 2009 tentang perubahan atas Peraturan Menteri No. 12 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Pelayanan Jaminan Sosial Tenaga Kerja
- Keputusan Menteri No. 355 Tahun 2009 tentang Lembaga Kerja Sama Tripartit Nasional
- Peraturan Menteri No. 8 Tahun 2010 tentang Alat Pelindung Diri
- Peraturan Menteri No. 16 Tahun 2011 tentang Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja Bersama
- Keputusan Menteri No. 40 Tahun 2012 tentang Jabatan-Jabatan Tertentu yang Dilarang Diduduki Tenaga Kerja Asing
- Keputusan Mahkamah Konstitusi tentang Outsourcing
- Keputusan Menteri tentang Tenaga kerja Asing
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.011/2012tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak
Pada level pelaksanaan, pemerintah mengeluarkan peraturan-peraturan bahkan sampai di tingkat provinsi untuk melaksanakan undang-undang yang terkait dengan ketenagakerjaan. Anda perlu meng-update undang-undang maupun peraturan pemerintah yang langsung terkait dengan penghasilan pribadi Anda.
Pada halaman ini disajikan topik-topik khusus yang berkaitan dengan undang-undang dan peraturan pemerintah yang disebut di atas.
Semoga artikel-artikel ini berguna buat Anda.
A. Kontrak Menurut Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenaga Kerja
Yang sering disebut dengan karyawan (buruh/pekerja) kontrak pada umumnya adalah buruh/pekerja yang bekerja berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (“PKWT”). PKWT diatur antara lain dalam Pasal 59 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ("UUK") yang berbunyi sebagai berikut:
(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu:a. pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;b. pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;c. pekerjaan yang bersifat musiman; ataud. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.(2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.(3) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat diperpanjang atau diperbaharui.(4) Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.(5) Pengusaha yang bermaksud memperpanjang perjanjian kerja waktu tertentu tersebut, paling lama 7 (tujuh) hari sebelum perjanjian kerja waktu tertentu berakhir telah memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada pekerja/buruh yang bersangkutan.(6) Pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang lama, pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu ini hanya boleh dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun.(7) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu.(8) Hal-hal lain yang belum diatur dalam Pasal ini akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
Jadi berdasarkan ketentuan di atas, Apabila sudah bekerja selama 10 tahun, maka demi hukum status Anda dan rekan-rekan bukan lagi sebagai pegawai kontrak yang diikat dengan PKWT tetapi menjadi pegawai tetap yang diikat Perjanjian Kerja Waktu Tidak tertentu ("PKWTT").
Konsekuensi jika pembaharuan perjanjian kerja tidak dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 59 ayat [6] UUK yaitu demi hukum PKWT tersebut menjadi PKWTT.
Sebagai kesimpulan, pekerja dengan PKWT hanya dapat diperpanjang 1 (satu) kali dan diperbaharui 1 (satu) kali, sehingga bila dihitung secara keseluruhan masa PKWT beserta perpanjangan dan pembaharuan yang dimungkinkan maksimal adalah 5 (lima) tahun. Simak juga artikel Ketentuan Perpanjangan dan Pembaharuan PKWT Bagi Karyawan Kontrak.
Perubahan Kepemilikan Perusahaan
Perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja dapat dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu. Kami asumsikan yang Anda maksud dengan kontrak kerja adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu (“PKWT”).
Menurut ketentuan Pasal 59 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UUK”), perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu:
a. pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
b. pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;
c. pekerjaan yang bersifat musiman; atau
d. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
PKWT dapat diperpanjang atau diperbaharui (lihat Pasal 59 ayat [3] UUK). Penjelasannya sebagai berikut:
1. PKWT ini hanya boleh dilakukan paling lama 2 (dua) tahun danhanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun (lihat Pasal 59 ayat [4] UUK).
Pengusaha yang bermaksud memperpanjang perjanjian kerja waktu tertentu tersebut, paling lama 7 (tujuh) hari sebelum perjanjian kerja waktu tertentu berakhir telah memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada pekerja/buruh yang bersangkutan. Jika pengusaha tidak memberitahukan perpanjangan PKWT ini dalam waktu 7 (tujuh) hari maka perjanjian kerjanya demi hukum menjadi perjanjian kerja dengan waktu tidak tertentu (“PKWTT”) (lihat Pasal 59 ayat [5] UUK).
Hal ini ditegaskan pula dalam Pasal 3 ayat (2) Kepmenakertrans Nomor Kep-100/Men/VI/2004 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu(“Kepmenakertrans 100/2004”) bahwa PKWT hanya dibuat untuk paling lama 3 (tiga) tahun.
Juga dalam hal PKWT dilakukan melebihi waktu 3 (tiga) tahun, maka demi hukum perjanjian kerja tersebut menjadi PKWTT (lihat Pasal 59 ayat [7] UUK).
Jadi, PKWT dibuat untuk maksimal 3 (tiga) tahun dan apabila suatu PKWT dibuat melebihi waktu tersebut demi hukum menjadi PKWTT atau dengan kata lain karyawan tersebut menjadi karyawan permanen.
2. Sedangkan pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang lama, pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu ini hanya boleh dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun (lihat Pasal 59 ayat [6] UUK).
Pembaharuan PKWT ini dilakukan dalam hal PKWT dibuat berdasarkan selesainya pekerjaan tertentu, namun karena kondisi tertentu pekerjaan tersebut belum dapat diselesaikan (lihat Pasal 3 ayat [5] Kepmenakertrans 100/2004).
Jadi, pembaruan perjanjian kerja ini baru dapat dilakukan setelah melewati masa 30 (tiga puluh) hari berakhirnya PKWT yang lama dan hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali maksimal 2 (dua) tahun. Dan selama tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari tersebut tidak ada hubungan kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha.
Konsekuensinya jika pembaharuan perjanjian kerja tidak dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 59 ayat [6] UUK maka demi hukum PKWT tersebut menjadi PKWTT.
Sebagai kesimpulan, PKWT hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali untuk maksimal 2 (dua) tahun dan diperpanjang 1 (satu) kali dengan jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun. Dengan demikian total PKWT dan perpanjangannya adalah paling lama 3 (tiga) tahun. Selain itu, PKWT dapat diperbaharui 1 (satu) kali dengan waktu maksimal 2 (dua) tahun, sehingga bila dihitung masa PKWT dan perbaharuannya adalah 4 (empat) tahun.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
2. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Kep-100/Men/VI/2004 Tahun 2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
Perubahan Kepemilikan Perusahaan
2. Perjanjian kerja tidak menjadi berakhir dengan perubahan kepemilikan perusahaan tempat Saudara bekerja (lihat Pasal 61 ayat [2] UUK). Namun, dalam Pasal 163 UUK diatur ketentuan mengenai pengakhiran hubungan kerja (“PHK”) - baik oleh pengusaha yang sudah tidak bersedia menerima pekerja/buruh, atau oleh pekerja/buruh yang tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja - karena terjadinya perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan. Dalam pasal yang sama diatur pula hak-hak buruh/pekerja dalam hal PHK karena terjadinya perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan. Bunyi Pasal 163 UUK adalah sebagai berikut:
(1) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dalam hal terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja, maka pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang perhargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4).(2) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perubahan status, penggabungan, atau peleburan perusahaan, dan pengusaha tidak bersedia menerima pekerja/buruh di perusahaannya, maka pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan dalam Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4).
Mengenai Pasal 163 UUK, Umar Kasim dalam artikel Mekanisme Pelaksanaan Pasal 163 UU No. 13/2003, menjelaskan antara lain:
“Teknis pelaksanaan (prosedur) PHK dalam pasal 163 UU No.13/2003, pada dasarnya merujuk pada ketentuan pasal 151 ayat (2) dan ayat (3) UU No.13/2003, bahwa setiap pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan (sesuai mekanisme bipartit), baik perundingan mengenai alasan PHK-nya maupun perundingan menyangkut hak-hak atau kewajiban yang harus ditunaikan. Termasuk PHK karena corporate action sebagaimana tersebut dalam Pasal 163 UU No.13/2003. Apabila perundingan - sebagaimana dimaksud - gagal, maka hanya dapat dilakukan pemutusan hubungan kerja setelah memperoleh penetapan (“izin”) dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial (c.q. Pengadilan Hubungan Industrial).”
Dasar hukum:
Uang service
Upah Minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri atas upah pokok termasuk tunjangan tetap yang ditetapkan oleh gubernur sebagai jaring pengaman. Demikian yang disebut dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2013 tentang Upah Minimum. Yang dimaksud dengan upah pokok dan tunjangan tetap dapat dilihat dalamSurat Edaran Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor SE-07/MEN/1990 Tahun 1990 tentang Pengelompokan Komponen Upah dan Pendapatan Non Upah (“SE Menaker 7/1990”).
Dalam SE Menaker 7/1990, pengertian komponen upah adalah sebagai berikut:
a. Upah Pokok:
adalah imbalan dasar yang dibayarkan kepada pekerja menurut tingkat atau jenis pekerjaan yang besarnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan.
b. Tunjangan Tetap:
adalah suatu pembayaran yang teratur berkaitan dengan pekerjaan yang diberikan secara tetap untuk pekerja dan keluarganya serta dibayarkan dalam satuan waktu yang sama dengan pembayaran upah pokok, seperti Tunjangan Isteri; Tunjangan Anak; Tunjangan Perumahan; Tunjangan Kematian; Tunjangan Daerah dan lain-lain.
Tunjangan Makan dan Tunjangan Transport dapat dimasukkan dalam komponen tunjangan tetap apabila pemberian tunjangan tersebut tidak dikaitkan dengan kehadiran, dan diterima secara tetap oleh pekerja menurut satuan waktu, harian atau bulanan.
c. Tunjangan Tidak Tetap:
adalah suatu pembayaran yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan pekerja, yang diberikan secara tidak tetap untuk pekerja dan keluarganya serta dibayarkan menurut satuan waktu yang tidak sama dengan waktu pembayaran upah pokok, seperti Tunjangan Transport yang didasarkan pada kehadiran, Tunjangan makan dapat dimasukan ke dalam tunjangan tidak tetap apabila tunjangan tersebut diberikan atas dasar kehadiran (pemberian tunjangan bisa dalam bentuk uang atau fasilitas makan).
Sedangkan mengenai uang service dapat dilihat di Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik IndonesiaNomor PER-02/MEN/1999 Tahun 1999 tentangPembagian Uang Service Pada Usaha Hotel, Restoran dan Usaha Pariwisata Lainnya (“Permenaker 2/1999”).Uang service adalah tambahan dari tarif yang sudah ditetapkan sebelumnya dalam rangka jasa pelayanan pada usaha hotel, restoran dan usaha pariwisata lainnya (Pasal 1 angka 5 Permenaker 2/1999).Uang service merupakan milik dan menjadi bagian pendapatan bagi pekerja yang tidak termasuk sebagai komponen upah (Pasal 2 ayat (1) Permenaker 2/1999).
Dari definisi upah minimum dan uang service di atas, ini berarti uang service tidak termasuk sebagai komponen upah upah minimum.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
1. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2013 tentang Upah Minimum;
2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik IndonesiaNomor PER-02/MEN/1999 Tahun 1999 tentangPembagian Uang Service Pada Usaha Hotel, Restoran dan Usaha Pariwisata Lainnya;
3. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor SE-07/MEN/1990 Tahun 1990 tentang Pengelompokan Komponen Upah dan Pendapatan Non Upah.