Rabu, 01 Februari 2012

H.A.M TERHADAP ANAK JALANAN


BAB I
PENDAHULUAN

 Latar Belakang
Berbicara tentang dunia anak jalanan, terasa tiada habis-habisnya kisah yang bisa diungkapkan. Sebagian besar adalah kisah-kisah duka yang kelam, menjadi catatan sejarah hitam, tidak saja untuk anak-anak tersebut, tapi bagi kita semua yang berhimpun di dalam suatu bangsa ataupun Negara.
Kehidupan jalanan yang dialami oleh anak - anak yang terlantar merupakan suatu bentuk tugas negara yang terbengkalai seperti yang ditunjukkan pada UUD 1945 Pasal 34 Ayat (1) yaitu ,Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara. Dalam amanat UUD 1945 ini masih saja diabaikan bahkan cenderung disepelekan. Bahkan beberapa tugas negara yang telah menggembar gemborkan keberhasilan dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat belum terimplementasikan dengan baik.

Semakin meningkatnya jumlah anak jalanan, semakin meningkat pula pelanggaran HAM  terhadap mereka. Indonesia sebagai negara yang demokratis dan memiliki beragam kebudayaan,pada kenyataannya senantiasa menjunjung dan menerapkan konsep penegakkan HAM dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.  UUD 1945 sendiri mengakui dengan jelas bagaimana hak asasi manusia itu harus dihargai, dijunjung tinggi, dihormati dan negara menjadi pemangku kewajiban dari pemenuhan hak-hak asasi tersebut. Dasar hukum bagi pelaksanaan HAM di negara ini pun sudah cukup jelas dicantumkan dalam setiap hukum positif yang berlaku, UUD 1945, UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM, UU No 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM,dan berbagai ratifikasai penegakkan HAM yang sudah diundangkan. Hal itu berarti,dalam undang-undang tersebut secara eksplisit juga menerapkan dan menjunjung tinggi hak asasi manusia termasuk anak jalanan sebagai warga negara (masyarakat).
Diperlukan penyelesaian terhadap permasalah yang krusial ini, karena hal ini bukan saja merupakan masalah pribadi pelaku atau keluarga dari anak-anak jalanan tersebut, tetapi sudah menjadi persoalan negara yang perlu di selesaikan atau diminimalisir.
Pelanggaran HAM terhadap anak jalanan di Indonesia saat ini, sudah merajarela di hampir seluruh wilayah di Indonesia. Berbagai media massa, seringkali menampilkan bentuk-bentuk pelanggaran HAM terhadapa anak jalanan yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu.
Permasalahan
1.      Faktor apa yang menyebabkan peningkatan jumlah  pelanggaran HAM terhadap anak jalanan di Indonesia?
2.      Apa saja bentuk pelanggaran HAM yang dilakukan terhadap anak jalanan?
3.      Upaya apa yang dilakukan pemerintah untuk meminimalisir pelanggaran HAM terhadap anak jalanan di Indonesia?










BAB II
PEMBAHASAN
1. Faktor Utama Peningkatan pelanggaran HAM  terhadap Anak Jalanan Di Indonesia
Faktor utama meningkatnya pelanggaran HAM terhadap anak jalanan adalah  hal yang menyebabkan mereka menjadi anak jalanan, yaitu kemiskinan. Karena kemiskinan sangat sinergis dengan pelanggaran HAM terutama pada anak-anak jalanan.
Berdasarkan data BPS tahun 2009, tercatat sebanyak 7,4 juta anak berasal dari Rumah Tangga Sangat Miskin, termasuk diantaranya 1,2 juta anak balita terlantar, 3,2 juta anak terlantar, 230,000 anak jalanan, 5,952 anak yang berhadapan dengan hukum dan ribuan anak-anak yang sampai saat ini hak-hak dasarnya masih belum terpenuhi…..”
Peningkatan jumlah anak jalanan pada masa krisis bisa dipahami lantaran memang langsung berpengaruh pada keluarga-keluarga kelas menengah ke bawah yang tersudut dan kesulitan untuk mampu memenuhi kebutuhan hidup berdasarkan pendapatan yang diperolehnya. Sebab itulah, banyak orangtua melibatkan anak-anak untuk mendapatkan penghasilan guna memenuhi kebutuhannya sendiri agar berkurang beban keluarga, atau bahkan anak diharapkan juga bisa memberikan kontribusi pendapatan keluarga.
Hal ini tentu sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan pelanggaran HAM, kebutuhan mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup harus berhadapan dengan bentuk-bentuk pelanggaran HAM yang dilakukan kepada anak-anak jalanan tersebut.
2.  Bentuk-Bentuk pelanggaran HAM terhadap anak jalanan
Tidak dapat kita pungkiri kehidupan anak jalanan hampir identik dengan pandangan negatif masyarakat. Kehidupan mereka yang keras dan jauh dari kata pengawasan orang tua. Ngelem sebagai kegiatan teler dan sebangsanya hampir menjadi label khusus anak jalanan. Belum lagi tindakan kriminal seperti pencurian, pemalakan, atau bahasa-bahasa kasar yang mereka pakai. Perlakuan yang mereka alami seperti kekerasan, baik kekerasan fisik, mental ataupun seksual dianggap sudah lumrah terjadi. Padahal dalam diri anak jalanan juga melekat harkat dan martabatnya sebagai manusia seutuhnya, anak juga memiliki hak azasi manusia yang diakui oleh masyarakat juga bangsa, dimana kedudukan anak yang sungguh penting dalam kehidupan manusia yang menghendaki sistem perlindungan yang berpihak terhadap anak.
Anak jalanan karena keterbatasannya mereka tidak mendapat pendidikan yang layak. Tentunya, ini menjadi tidak seperti yang sering kali muncul di televisi dimana anak bebas dan gratis menikmati bangku sekolah dan diantar orang tuanya penuh dengan kegembiraan.
Selain itu, rentan terjadinya kekerasan, diskriminasi terhadap anak jalanan yang dilakukan pihak-pihak tertentu. Anak-anak jalanan dimanfaatkan menjadi pengemis, dan kemudian menyerahkan uang hasilnya kepada “bandar” atau dipekerjakan secara eksploitasi. Eksploitatif terjadi karena anak jalanan memiliki posisi tawar menawar yang sangat lemah. Bentuk eksploitasi dalam kehidupan mereka, seperti seks, pekerjaan dan kehidupan yang lebih luas. Eksploitasi ini bertingkat dari cara yang halus sampai yang sangat kasar. Eksploitasi Seksual Komersial Anak (ESKA) adalah penggunaan anak untuk tujuan seksual dengan imbalan tunai atau dalam bentuk lain antar anak, pembeli jasa seks, perantara atau agen, dan pihak lain yang memperoleh keuntungan dari perdagangan seksualitas anak tersebut.  Eksploitasi pekerjaan bersifat penghisapan upah mereka. Di Philipina dan Thailand, ancaman sodomi dan pembunuhan oleh kaum paedophilia (orang yang secara seksual tertarik pada anak) bukan berita baru lagi. Sodomi, pembunuhan dan pelacuran anak-anak dibawah umur merupakan ancaman terhadap anak jalanan di seluruh dunia. Terkait dengan ini adalah penyebabnya virus HIV, karena sodomi dan pelacuran merupakan perilaku yang beresiko tinggi untuk penyebaran HIV. Anak jalanan juga sering kali menjadi korban trafficking anak baik di dalam negeri maupun luar negeri (TKI ilegal) semakin marak.
Situasi ini tentu saja adalah bentuk pelanggaran terhadap konstisusi dan Hak Asasi Manusia. Padahal, secara gamblang disebutkan bahwa di dalam UU tersebut setiap anak menjadi tanggung jawab dan kewajiban Pemerintah dan Negara dalam mewujudkan hak anak untuk hidup, tumbuh kembang, berpartisipasi optimal, mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, mendapat identitas diri, memperoleh pelayanan dan fasilitas kesehatan serta jaminan sosial sesuai fisik, mental, spiritual, dan sosial, memperoleh pendidikan dan pengajaran dengan tanggungan biaya cuma-cuma untuk anak-anak kurang mampu dan terlantar, menyatakan pendapat, bermain dan berkreasi, membela diri dan memperoleh bantuan hukum, dan bebas berserikat dan berkumpul, termasuk kewajiban pemerintah mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak.
Sebagai suatu hak yang harus dipenuhi oleh Negara, maka wajarlah bila Negara mengeluarkan biaya yang banyak untuk pemenuhan, perlindungan, dan pemajuan akan hak-hak pendidikan anak, kesehatan anak, kemerdekaan anak, dan hak anak lainnya. Hal itu mengingat bahwa penyelenggaraan pendidikan dan kesehatan pada prinsipnya cost centre (menghabis-habiskan biaya), bukan profit centre (yang dapat mendatangkan keuntungan).
3.Upaya pemerintah untuk meminimalisir pelanggaran Ham terhahap anak jalanan di indonesia
Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945. Anak sebagai individu yang paling rentan posisinya dalam masyarakat memerlukan perlindungan yang telah dijanjikan Negara. Maka, sudah sepantasnya pemerintah membuat kebijakan yang lebih kongkrit terhadap perlindungan anak jalanan dan memenuhu hak mereka sebagai warga negara. Namun Negara kita yang masih berkembang belum mampu merealisasikan UU tersebut dengan maksimal.
Sejumlah pengelola rumah singgah, pegiat anak-anak jalanan, dan wakil rakyat pesimistis. Sebab, persoalan anak jalanan adalah cermin kemiskinan dan bukan sebatas persoalan teknis dan dana. Faktanya, ketiga-tiganya bermasalah di Indonesia.
Kehadiran Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) di daerah pentinguntuk menyosialisasikan peraturan yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan perlindungan anak. Tanpa sinergi dan kerja sama dengan pihak terkait lainnya, KPAI pun tidak mungkin bisa bekerja dengan maksimal.
Solusi penting yang harus direalisasikan pemerintah adalah mengurangi jumlah kemiskinan yang tentu akan megurangi jumlah anak jalanan serta pelanggaran HAM terhadap mereka,
Pemerintah Pusat mentargetkan tahun 2014 Indonesia terbebas dari anak jalanan. Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri menyatakan untuk mendukung program ini, Kementrian Sosial meluncurkan tabungan bagi anak jalanan. Jumlah anak jalanan di Indonesia mencapai 230-an ribu orang.
“Tabungan yang kita sudah salurkan itu sudah mendekati 2 ribu untuk anak jalanan di Jakarta. Apa yang disebutkan di tabungan tersebut, yaitu uang untuk anak dan kebutuhan anak sekitar Rp1, 440 juta setahun. Jadi gak banyak, seperti uang jajan dia, nutrisi, seluruh kebutuhan anak di situ. Tapi dengan catatan kita beritahu pada orang tunya kalau sampai menyuruh anak ke jalanan ini kita ambil. Kita sudah membuat MoU dengan tujuh kementrian untuk bersama-sama bagaimana anak-anak ini diselamatkan dari jalanan. Jadi mereka harus sekolah, harus memiliki cita-cita, harus diupayakan mereka mampu meraih cita-citanya. Itu harus kembali ke lembaga pendidikan, ke sekolah. Hak-hak mereka harus dipenuhi seperti kesehatan mereka mendapatkan perlindungan tumbuh kembang yang sehat juga ini harus kita wujudkan ke mere-mereka tersebut juga.”.
Semoga saja rencana pemerintah untuk meminimalisir jumlah anak jalanan serta pelanggaran HAM di indonesia sekarang ini bukan hanya omong kosong, tapi disertai realisasinya.








BAB III
KESIMPULAN
Pelanggaran HAM terhadap anak jalanan di Indonesia semakin memprihatinkan. Pelanggaran HAM terhadap anak jalanan di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Faktor utama yang menyebabkan peningkatan pelanggaran HAM tersebut yaitu faktor kemiskinan kemiskinan itu sendiri.
Pada tahun 2010, pemerintah mencangkan Indonesia bebas anak jalanan 2011, namun rencana tersebut tidak terealisasi karena banyaknya kendala. Sekarang pemerintah kembali mencanangkan program indonesia bebas anak jalanan 2014. Semoga saja wacana pemerintah untuk meminilaisir jumlah anak jalanan dapat terealisasi sehingga pelanggaran HAM terhadap anak jalanan pun berkurang.


JIKA INGIN MENDOWNLOAD NYA DALAM BENTUK DOC SILAKAN KLIK LINK INI